Senin, 26 Maret 2018

Tentang Qira'at


Qira’at
Sahabat, berbagi sedikit ya tentang Qira’at yang sudah tidak asing lagi sekarang atau di abad ini paling tidak. Hampir disemua perguruan tinggi islam, terutama perguruan tinggi Qur’an tentu ada mata Kuliah Qira’at ini. Entah masih dalam sub bab Ulum al-Qur’an atau mungkin jadi satu mata kuliah yang independen.

Dalam pandangan Ulama, qirâ’ât (قراءات) secara etimologis merupakan bentuk jama’ dari qirâ’ah (قراءة) yang merupakan mashdar dari asal kata qara‘a (قرأ) yang berarti membaca.[1] Sedangkan secara terminologis, qirâ’ât dalam pandangan Ulama memiliki beberapa pengertian. Yang bisa di ringkas atau disimpulkan Qira’at merupakan metode atau cara baca lafadz atau kalimat di dalam al-Qur’an dari berbagai macam segi (riwayat), sebagaimana yang telah diriwayatkan langsung dari Rasulullah saw melalui Imam-Imam yang telah ditentukan.

Ada beberapa istilah penting dalam mempelajari Qira’at, yaitu; Pertama, Qiro’ah: cara baca Al-Qur’an atau bacaan Al-Qur’an yang di nisbahkan kepada Imam. Contoh, Qiro’ah Nafi’, Qiro’ah Hamzah, Qiro’ah Ibnu Katsir dsb. Kedua, Riwayah: bacaan atau cara baca yang di nisbahkan kepada Rowi, kita tahu bahwa setiap Imam memiliki dua rowi yang terkenal. Contoh, Riwayah Warsy, Riwayah Kholaf, dsb. Ketiga, Thoriq: Orang yang meriwayatkan cara baca dari Rowi baik secara langsung maupun tidak langsung. Biasanya Thoriq ini memiliki sebuah kitab yang otentik tentang bacaan yang di riwayatkannya. Contoh, Thoriq Ubayd Ibnu Shobbah dari Hafsh, Thoriq Amr Ibnu Shobbah dari Hafsh, Thoriq Abu Nasith dari Qolun, Thoriq Al-Azroq dari warsy, dsb. Keempat, Khilaf: Perbedaan cara baca yang terjadi. Ada kalanya khilaf wajib (Yang wajib dibaca berbeda), contoh ketika kita membaca Riwayat Qolun ayat ke-4 surat al-Fatihah maka Qolun Wajib membaca pendek pada (ملك يوم الدّين). Ada juga Khilaf Jaiz (boleh memilih karena ada beberapa cara baca). Contoh: dalam membaca Mad Aridh Lissukun, Hafsh Boleh membaca dengan Satu alif, dua alif maupun tiga. Itu boleh kita pilih salah satunya, ini yang disebut khilaf Jaiz.
baca juga Kaidah Ushul Riwayat Qolun 'An Nafi'

Adapun syarat-syarat Qira’at dianggap Shahih apabila memenuhi beberapa syarat. diantaranya:
وقال في الطيبة
فكلّ ما وافق وجه نحو# وكان للرّسم احتمالا يحوي
وصح إسنادا هو القرآن # فهذه الثلاثة الأركان

A.    Bersesuaian dengan kaidah bahasa Arab, baik yang fasih atau paling fasih. Sebab, qira`at adalah sunnah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad, bukan pada rasio.
B.     Bersesuai dengan salah satu kaidah penulisan Mushaf ‘Ustmani walaupun hanya kemungkinan (ihtimal) atau mendekati.
C.     Memiliki sanad yang sahih atau jalan periwayatannya benar, sebab qira`at merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan kesahihan riwayat.

Demikian dulu ya? Semoga bermanfaat......

والله أعلم




[1] Ibnu Mandzur, Muhammad bin Mukram al-Ifriqy, Lisân al-‘Arab, juz 1, Bairut: 2006,
hal. 128-129

Tidak ada komentar:

Posting Komentar