Kamis, 16 November 2023

Sekelumit Kisah Syekh Sya'rawi

Salah satu mahakarya beliau dalam bidang Tafsir.


Suatu hari ayah Syaikh Sya'rawi berkunjung untuk melihat perkembangan putranya. Ketika ayahnya sampai di tempat Sya’rawi, ayahnya bertanya mengenai buku-buku yang dipelajari di kuliah termasuk diktat perkuliahan. Syaikh Sya’rawi dan ayahnya pergi ke toko kitab untuk membeli beberapa buku wajib perkuliahan. Namun anehnya, Syaikh Sya’rawi menunjuk kitab-kitab yang mahal-mahal dan berjilid-jilid,  kitab-kitab tersebut tidak juga termasuk diktat kuliahnya sama sekali dan bukan referensi untuk mahasiswa baru spertinya. Ayahnya membeli seluruh kitab yang ditunjuk Sya’rawi tanpa sedikit pun berkomentar, tentunya dengan harga yang mahal ketika itu.


Tujuan Syekh Sya’rawi hanya satu ialah agar ayahnya marah, jengkel dan menyuruh Syekh Sya’rawi pulang kampung dan menjadi petani seperti ayahnya. Singkatnya ketika akan berpisah dengan putranya, di dermaga kapal, ayah Sya’rawi berkata “Wahai anakku, aku mengetahui bahwa semua kitab yang engkau minta untuk dibelikan di toko kitab tadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan referensi kuliahmu, tapi aku membelikan semuanya dengan harapan semoga Allah SWT memberimu kemudahan dalam menimba ilmu dan membukakan pintu ilmu pengetahuan untukmu”.

Perkataan yang mengejutkan Syaikh Sya’rawi dan menyentakkan nuraninya, sehingga setelah kejadian itu senantiasa beliau belajar dengan tekun hingga mengantarkannya menjadi salah seorang Imam Tafsir (Mufassir besar) pada zamannya.


Salah satu pesan guru kami (KH. Abdul Qayyum), jangan pelit dalam hal beli kitab. Ketika membeli kitab, niatkanlah untuk menghormati ahli ilmu dan juga perangkat keilmuan. Salah satu doa yang diajarkan beliau yaitu berdo'a sebelum baca kitab dengan do'a "Allahumma sakhkhir lana al-kutuba kullaha".


AM

Sabtu, 18 Juli 2020

Gus Baha dan Kebijaksanaan Ilmunya



Seusai istirahat sesaat dikamar, beliau memanggil kami (beberapa pendamping Pesantren Bayt Al-Qur’an) untuk menemani beliau berbincang pagi (dan setiap perkataan beliau adalah ilmu), beliau meminta saya (Munthaha) untuk mengambil kitab yang memang khusus beliau bawa untuk oleh-oleh Pesantren Bayt Al-Qur’an (BQ) dan juga untuk Habib Ali Ibrahim pengasuh pesantren tersebut di mobil, beliau berpesan agar kardus atas nama Habib Quraish jangan diambil. Itu nanti diturunkan ketika beliau sampai Ndalem Habib Quraish.

Setelah kitab yang semula berada didalam kardus hadiah beliau untuk BQ dibuka, beliau dawuh “tentang orang kafir yang akan masuk islam”. Mula-mula beliau menanyakan sesuatu yang hanya menjadi pancingan bagi kami untuk menjawabnnya,- orang kafir masuk islam masuknya harus baca apa? Syahadat, jawab kami bersamaan dengan beliau yang menjawab pertanyaannya sendiri. Lalu mandinya bagaimana? Kalau melihat dia pernah berhubungan badan dan lain sebagainya. (Maka seharusnya dia wajib mandi) tapi kalau diwajibkan “khawatir memberatkan dia” padahal Allah berfirman : Setiap orang kafir masuk islam maka semua kewajibannya zaman kafir gugur, dia tidak wajib meng-qada’ shalat, puasa dan lainnya. Tapi kalau kita tidak mewajibkan mandi, bukankah dia nanti mau shalat atau apa-apa yang salah satu syaratnya harus bersih dari (hadats besar dan kecil) dan juga najis.

Lalu beliau bercerita bahwa beberapa kali ada orang kafir asli yang masuk islam dihadapan beliau, beliau berkata “akhirnya kita ngakali (dia) mas Munthaha” (akhirnya kita harus –menyiasatinya- red) barakahnya ‘Alim kita bisa ngakali kata beliau, meskipun kita (atau paling tidak yang hadir saat itu) tentu akan sepakat bahwa ini adalah kearifan beliau mengawal kebenaran. Beliau berkata pada muallaf tersebut setelah menuntunnya untuk bersyahadat “pak, jenengan mempunyai komitmen nanti kalau mandi niatkan bahwa mandi tersebut untuk menghilangkan kotoran baik yang kita lihat maupun yang tidak”. Kalau dibahasakan “Hadast” nanti malah dia tanya hadast itu apa tidak selesai-selesai, mendingan saya merayu Tuhan, “Tolong ini dianggap cukup” timpal beliau diselingi gelak tawa beberapa hadirin.

Karena bahasa arab itu memang misteri, Kalau orang tidak terbiasa berbahasa arab meskipun dia cerdas, dia juga kesulitan, apalagi yang tidak cerdas. Coba kita lihat menteri-menteri itu bertemu kiyai atau orang ‘alim kan sering, tai sering juga kita dengarkan (warahmatallahi),- artinya begini “Bahasa arab itu mempunyai gengsi, kalau dia akrab ya akan bisa kalau tidak akrab ya tidak bisa”.


Aqiqah Anak


Saat aqiqah dan pemberian nama anak yang baru lahir, orangtua biasa membopongnya ke luar kamar untuk disaksikan di hadapan para tamu undangan yang membaca Marhaban. Tradisi ini pada dasarnya mengikuti praktek para sahabat yang buru-buru membawa anak bayinya pasca kelahiran ke hadapan Rasulullah Saw.

Sahabat Nabi bernama Abu Thalhah sewaktu dikaruniai seorang putra, beliau segera bergegas membawa bayinya itu kepada Rasulullah Saw. Bayi itu diletakkan di pangkuan Rasulullah dan beliau pun menerimanya seraya meminta Abu Thalhah agar diambilkan sebiji kurma.

Kurma itu dikunyah Rasulullah sampai benar-benar halus, kemudian baru diluluhkan (tahnik) ke mulut bayi yang kelihatan tolah-toleh menginginkan asupan makanan. Oleh Rasulullah bayi itu diberi nama Abdullah.

Hal yang sama juga dilakukan Asma binti Abu Bakar saat melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Putri Abu Bakar itu mengandung sejak masih tinggal di Mekkah. Beliau ikut hijrah bersama sahabat-sahabat yang lain ke Madinah. Setibanya di daerah Quba’, Asma binti Abu Bakar melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki.

Masa persalinan tak membuatnya lemah. Beliau buru-buru menghampiri Rasulullah dengan membawa serta bayinya dengan tujuan tabarrukan kepada Nabi Muhammad. Bayinya yang baru saja lahir itu dipangku Rasulullah, mulutnya diluluh (tahnik) dengan kurma; sehingga tidak ada benda yang pertama kali masuk ke dalam perut bayi itu terkecuali kurma kunyahan Rasulullah sendiri.

Apa yang dilakukan para sahabat seperti Abu Thalhah dan Asama binti Abu Bakar itu merupakan bentuk tabarruk (mendapatkan keberkahan) dari tokoh yang dikaguminya, yakni Rasulullah Saw. Tabarruk kepada Nabi, wali, dan ulama yang wara pewaris Nabi sangat dianjurkan berdasarkan hadits itu.

Bahkan karena alur kejadian dalam hadis itu, sebagian ulama berpendapat bahwa tahnik tidak dapat dilakukan sembarang orang. Hanya orang-orang yang benar-benar wara’ dan saleh yang boleh melakukannya. Pertimbangan lainnya adalah bahwa memberikan air susu ibu (ASI) ekslusif kepada bayi lebih baik daripada asupan saru kurma dari orang biasa.

Dengan tujuan tabarrukan kepada Nabi Muhammad saW, umat Islam membiasakan mengadakan pembacaan al-Barzanji saat aqiqah dan pemberian anak mereka yang baru lahir.

Jangan katakan Rasulullah saw tiada! Beliau selalu menjawab salawat dan salam yang dikumandangkan umatnya hingga akhir kiamat. Kalau Nabi Muhammad sendiri menjawab salawat yang kita kumandangkan, bukankah beliau “Rawuh” saat pembacaan Marhaban dalam acara aqiqah dan pemberian nama?

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anaknya

Keharmonisan dalam kehidupan akan senantiasa terjaga jika tepat dalam penggunaan dalil-dalil agama, proporsional dan bukan dalam rangka membela diri. Dan akan sangat tidak harmonis jika penggunaan dalil tidak proporsional atau hanya sebagai tameng pembelaan bagi dirinya semata. Sebagai contoh dalam berumah tangga akan harmonis jika seorang istri mengetahui mana dalil yang seharusnya menjadi pegangan sang istri dan mana dalil yang harus diketahui oleh suami. Misalnya tentang “ما أكرم النّساء إلّا كريم وما أهانهنّ إلّا لئيم (tak ada yang menghargai perempuan kecuali orang yang mulia dan tak ada yang melecehkannya kecuali orang yang hina) dalil ini akan membuat kehidupan keluarga harmonis jika diterapkan oleh suami terhadap istrinya, dan akan terjadi ketimpangan jika dalil ini digunakan hanya sebagai pembela diri istri untuk dirinya sendiri.

Pun juga dalil tentang orang tua terhadap anaknya dan anak terhadap orang tuanya. Jika keduanya tahu tentang hak dan kewajibannya masing-masing, maka akan berjalan harmonis sebuah keluarga.

Tanpa seperti itu, tidak sedikit yang salah faham dan menganggap anak adalah sepenuhnya miliknya dan memperlakukan sekehendak hatinya, tanpa menyadari bahwa itu adalah titipan dari Allah. Sebagaimana titipan, maka wajb menjaganya bagi yang di titipi itu.

Ada beberapa kewajiban orang tua terhadap anak yaitu: pertama, memilihkan ibu yang baik untuk anaknya. ada sebuah kisah yaitu Umar ibn al-Khattab pernah di sowani seseorang dan mengadukan perihal anaknya yang bandel. Lalu ketika sang anak itu di hadapkan kepada Umar dia bertanya “apakah anak tidak memiliki hak atas orang tuanya?” maka umar pun menjawab “iya, ada. Satu, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memberikan nama yang baik dan mengajarkannya (mendidiknya) al-Qur’an.”

Kedua, memberi nama yang baik. Dalam pemberian nama, sangat dianjurkan memberikan nama yang baik karena kelak di akhirat semua orang akan di panggil dengan namanya. Dan nama yang paling baik dan paling disukai Allah adalah abdullah, abdurrahman dsb. Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw :
إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ

Ketiga, memberi makanan yang halal. Karena kita tahu bahwa apa yang kita makan adalah sesuatu yang menjadi energi bagi kita untuk kita melakukan suatu pekerjaan. Maka barang siapa memakan yang halal, maka insyaallah ia akan di mudahkan langkahnya dalam ketaatan kepada Allah swt. Dan jika makanan yang halal yang kita asupkan kepada anak dan keluarga kita maka ketenangan dan ketentramanlah yang ada dalam keluarga.

Keempat, mengajarkan al-Qur’an. Salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajarkan akhlak dan juga agama.

أدبوا أولادكم على ثلاث خصال: حب نبيكم, وحب أهل بيتـه, وقراءة القران.

Ajarkanlah kepada anak-anakmu tiga perkara. Cinta terhadap nabi, dan mencintai ahlul bayt serta ajarkan membaca al-Qur’an.
Selanjutnya adalah menikahkan sang anak ketika sudah saatnya.

Sabtu, 09 Mei 2020

“Nuzul al-Qur’an”


Kultum 17 Ramadhan 1441, “Nuzul al-Qur’an”

Dalam usia pernikahan Kanjeng Nabi Muhammad ke sepuluh, dia mengalami peristiwa yang besar yaitu persekutuan kepala-kepala suku yang berebut untuk memasang Hajar Aswad. Mereka bersepakat untuk menjadikan hakim mereka siapapun orang yang pertama kali memasuki masjid, Kanjeng Nabilah orang-orang yang mereka tunggu. Mereka menyerahkan masalah persekutuannya kepada Kanjeng Nabi, dengan kebijaksanaannya Nabi menggelar sorban dan meletakkan batu tersebut diatasnya dan mempersilahkan kepala suku tadi memegang ujungnya untuk didekatkaan ke tempat dimana hajar aswad itu akan dipasang, karena peristiwa tersebut Kanjeng Nabi mendapatkan julukan “al-Amin”.

Di usia-usia demikian beliau mengalami gundah atas apa yang terjadi kepada kaumnya, baik dari segi paganis, perampasan hak perempuan dan lain sebagainya. Karena kondisi tersebut beliau menyendiri atau yang sering kita kenal dengan istilah tahannust, untuk memikirkan kaumnya dan mencari jarak agar tidak terlalu sering mengalami langsung hiruk pikuk kehidupan tersebut yang dikenal dengan masa jahiliyyah.

Pada kondisi usia yang matang, yaitu empat puluh tahun[1] beliau menerima wahyu yang pertama saat beliau bertahannust di Gua Hira. Malaikat Jibril datang menemui beliau dan memerintahkan kepadanya “Bacalah!” “aku tidak pandai membaca,” jawab Kanjeng Nabi. Lalu Jibril memeluknya hingga Kanjeng Nabi mengalami kepayahan yang sangat, hal itu terulang sebanyak tiga kali. Kali ke empat malaikat jibril membacakan Q.S al-‘Alaq 1-5, ayat ini disepakati para ulama’ sebagai ayat yang pertama diterima oleh Kanjeng Nabi.


Seusai peristiwa tersebut beliau pulang menemui istrinya lalu berkata “selimuti aku,”. Setelah kepayahan itu berakhir, Kanjeng Nabi bercerita kepada istrinya dan istrinya menguatkannya bahwa “Tidak, Demi Allah. Dia tidak akan pernah merendahkanmu, engkaulah orang yang akan menyatukan dan mempersaudarakan manusia, memikul beban penderitaan orang lain, bekerja untuk orang yang papa, menjamu tamu dan menolong orang-orang yang menderita demi kebenaran”.
Khadijah mengajaknya sowan ke rumah pamannya yaitu Waraqah bin Naufal, Waraqah adalah pengikut sekaligus seorang pendeta nasrani sekaligus penafsir bibel; taurat dan injil. Setelah mendengarkan cerita dari Kanjeng Nabi Muhammad dengan seksama, beliau mengatakan bahwa “Itulah Namua yang pernah datang kepada Nabi Musa as. Engkau pasti akan menjadi seorang utusan Tuhan. Kau akan di sakiti,di usir, di dustakan dan dibunuh. Andai kata aku masih hidup saat kaummu mengusirmu, aku akan membelamu”. “aku akan di bunuh?” kata Kanjeng Nabi. “Iya, tidak ada yang sanggup menjalani itu kecuali yang telah dipilih oleh Tuhan”.

Terkait tanggal terjadinya peristiwa tersebut yang selanjutnya kita sebut “Nuzul al-Qur’an” ulama’ berbeda pendapat, syaikh safiyyurrahman al-Mubarakfuri mengetakan hal tersebut terjadi pada tanggal 21 ramadhan, yang lain mengatakan tanggal 25, 27 dan 17 ramadhan, sedangkan tanggal 17 di dukung dengan Q.S al-Anfal :
إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ

Artinya : Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari furqan yaitu hari bertemunya dua pasukan.

Dan tanggal ini yang merupakan kesepakatan mayoritas, termasuk ulama-ulama indonesia. 
Dalam perjalanan waktu ada yang bertanya seperti pertanyaan kaum kafir quraisy di awal penurunan al-Qur’an, mengapa al-Qur’an harus diturunkan secara bertahap? Sikap mempertanyakan hal demikian (dahulu) merupakan sikap mengukur sumber turunnya teks. Karena mereka menyaksikan atau paling tidak mengetahui bahwa Nabi Musa menerima suhuf atau papan berisi kitab suci yang utuh.

Diantara alasan diturunkannya al-Qur’an secara bertaap yaitu :

  • Pemantapan Hati

Sebagaimana di jelaskan dalam Q.S al-Furqan 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا

Artinya : Berkatalah orang-orang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Tentunya pemantapan hati yang disinggung diatas mengindikasi bahwa kondisi penerima pertama yaitu Rasulullah ikut dipertimbangkan sebab proses komunikasi baginya amat sulit, karena kita tahu Kanjeng Nabi juga manusia biasa dan berbeda dengan malaikat, keduanya mempunyai dimensi yang berbeda.

Dan juga jika al-Qur’sn turun dalam setiap peristiwa maka hal tersebut akan lebih memantapkan hati dan lebih memberikan perhatian terhadap Raul. Dan hal ini mengharuskan malaikat sering turun kepadanya dan memperbaharui pertemuan dengannya dengan membawa risalah suci dari yang mahakuasa, kondisi demikian akan memberikan kegembiraan kepada Rasul yang tidak dapat di lukiskan.




  • Mengindikasikan adanya dialektika antara Teks dan Realitas


    1. Selanjutnya yang perlu kita ketahui tentang hikmah dari penurunan al-Qur’an secara bertahap selanjutnya adalah supaya kita mengetahui adanya dialektika antara teks (dalam hal ini al-Qur’an) dan realitas pada waktu al-Qur’an di turunkan. Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat. Diantara contohnya adalah kita mengetahui banyak ayat yang merespon peristiwa dalam masyarakat waktu itu dan juga menjawab pertanyaan yang di tanyakan kepada Nabi Muhammad. Hal ini yang belakangan kita dengan kenal dengan istilah “Asbabun Nuzul”.

      Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat.

      Contohnya Q.S al-Baqarah 189, salah satu kebiasaan bangsa arab waktu itu tidak mau memasuki rumah dari pintu depan setelah menunaikan ibadah haji atau pulang dari perjalanan jauh, mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang tabu, maka datanglah ayat tersebut sebagai pembatalan dari anggapan masyarakat waktu itu.

      Atau bisa juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh orang baik muslim maupun non muslim. Misalnya terkait cerita tentang orang quraisy yang menanyai Nabi Muhammad terkait roh, maka al-Qur’an menjawabnya dengan Q.S al-Isra’ 85.

      • Karena masih adanya Naskh dan Mansukh

      Kita mengetahui konsep dari Naskh dan Mansukh menuntut adanya ayat yang turun terlebih dahulu dan ayat yang datang belakangan sebagai ayat yang me-Naskh, hak ini tentu tidak bisa terlaksana jika al-Qur’an turun sekaligus dalam satu waktu.

      Tentu masih banyak hikmah-hikmah lainnya yang perlu kita pelajari terkait penurunan al-Qur’an yang bertahap, untuk mempertebal iman kita dan memahami pola al-Qur’an sejak turunnya sehingga memudahkan kita dalam interpretasi tafsir kelak.
      Kami memohon maaf jika terdapat kesalahan,
      AM



      [1] Sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an Q.S al-Ahqaf 15.

      Kamis, 07 Mei 2020

      Tangisan rindu bumi Pertiwi....


      Tangisan rindu bumi Pertiwi....



      Mungkin kau lihat aku menengguk madu bahagia,
      berhiaskan rajutan sutra

      tapi ketahuilah hati ini selalu di sana
      Kota tercinta sejuta pesona

      disana aku di tempa
      dari nadir terendah menuju mulia
      di yakinkan gapai cita sebelum cinta

      Kotaku tercinta,
      disana ayah ibuku berada,
      disana keluarga setia,
      inginku selalu bersua,
      tapi jarak menghalangi kita
      semoga bisa kembali bersama,
      merajut cita, meramu cinta
      Berjuang bersama di persada bunda

      Oh bumi Pertiwi, ijinkan aku menempa diri,
      Berharap didikan suci,
      Bekal nan abadi


      AM

      Rabu, 06 Mei 2020

      Perjalanan yang dirindukan, part 3


      Perjalanan yang dirindukan, 

      Mas balya selaku tuan rumah mengajakku dan beberapa teman-teman senior di pesantren untuk keluar sekedar mencari angin dan sharing di warung nasgor. Terima kasih mas balya dan teman-teman semuanya.

      Setelah menulis beberapa rencana di laptop saya memutuskan merobohkan badan untuk istirahat sejenak agar tidak kelelahan dalam melanjutkan perjalanan berikutnya yaitu Jakarta. Keesokan harinya saya diantarkan mas adib ke Stasiun Kota Tegal karena sudah merasa pesan tiket yang akan berangkat pada pukul delapan lewat setengah jam, sesampainya di stasiun saya persilahkan mas-nya untuk kembali ke pesantren. Terima kasih mas Adib.

      Satu jam menjelang jadwal keberangkatan, saya cetak tiket dan “Deg” panik ternyata e-boarding pass yang dikirim pihak KAI tidak bisa dicetak. Setelah berkali-kali dicoba tidak bisa, saya disarankan satpam untuk bertanya ke Custemer Service. “Mas salah menentukan stasiun keberangkatan, ini stasiun prupuk itu paling selatan Tegal dekat Purwokerto mas,” kata mba CS-nya menjelaskan. “Pantesan”, bathinku. “saya harus bagaimana mba?” pertanyaanku cari aman. “mas dapat cancel atau resschedul,”. Singkat cerita saya ressched meskipun harus ada potongan sekian persen dan itu kali ke berapa saya lupa dalam kecerobohan memilih perjalanan.

      Setelah urusan dengan CS usai dan saya memilih perjalanan pukul sebelas lewat setengah karena dengan estimasi sampai stasiun pasar senen jakarta jam empat tiga puluh sore hari. Masih ada waktu satu jam untuk perjalanan menuju ciputat, tempat acara akan dilangsungkan.

      Saya sangat menikmati perjalanan siang menuju sore tersebut, meskipun semburat matahari belum kuning sempurna tetapi posisi matahari sudah condong ke barat yang artinya menemani orang yang perjalanan menuju arah barat seperti aku ini, eh meskipun baratnya bukan amerika L.... Saya menikmati dengan mendengarkan musik shalawat kesukaan oleh-oleh dari Lek Nafeez sebelum saya merantau ke jakarta tahun 2014 serta buku bacaan yang saya tidak ingat judulnya, tentunya lagu-lagu yang lain juga mengema ditelinga, saya menyukai perjalanan, karena dalam perjalanan kita bisa menikmati imajinasi liar tentang apapun atau juga bisa memutar ulang memori yang pernah kita lalui, and i like it.

      Tepat pada jam estimasi yang tertera di tiket saya sampai di jakarta dalam keadaan terlelap, saya dibangunkan petugas saat penumpang yang lain sudah tidak terlihat lagi berhamburan keluar, (ah, kamu ini (*_*)).

      Dari stasiun pasar senen saya melanjutkan perjalanan menuju stasiun pondok ranji yang saya tidak hafal persis rutenya, yang saya ingat setelah sampai st. Pasar tanah abang saya salah mengambil jurusan. Saya sadar salah tujuan saat ada pengumuman “st. duri”. Saya harus kembali ke st. Pasar tanah abang dan mengoreksi dengan teliti jurusan yang harus saya tuju.



      Saya order grab sesaat setelah sampai st. Pondok ranji, kita menyepakati tempat untuk saling bertemu karena dia bercerita tidak boleh mengambil penumpang dari stasiun. Setengah jam menuju maghrib saya bisa bergabung bersama teman-teman JHQ atas nama Bukber yang dinamai Buser; Buko Sareng JHQ dengan mengangkat Tema “Temu Kangen di Momentum Ramadhan” itulah perbincangan tentang HBH dibicarakan dengan serius sekitar H-32 hari menjelang acara akan diselenggarakan itupun belum kepotong lebaran.



      Saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh sedulur yang terlibat suksesnya acara tersebut. Terima kasih teman BPH yang selalu tidak pernah terlihat damai meskipun nyata dedikasinya, terima kasih dan maaf kepada seluruh teman panitia HBH yang lebih sering di semprot daripada di apresiasi. Terima kasih dan maaf untuk semuanya, semoga perseduluruan ini abadi.




      Oh ya, jika ada yang tanya kenapa saya tulis di tanggal ini karena hari ke 14 adalah setahun persis bukber diselenggarakan. Hehe, tahun ini kita tidak bisa bukber karena masih ada Pandemi, semoga sedulur semua dan keluarga di lindungi oleh Allah SWT. 

      Terima Kasih.....

      Perjalanan yang dirindukan, part 2


      Perjalanan yang dirindukan, 

      Sesampainya di pesantren, saya menggebyur tubuh yang telah seharian melawan teriknya matahari dan polusi udara kota. Seusai berbuka bersama saya melaksanakan shalat magrib yang saya gabung diwaktu isya’ lalu ikut menjadi santri melaksanakan shalat tarawih berjama’ah putra-putri, hal tersebut membuatku menerawang jauh entah kemana membayangkan asyik ya menjadi santri yang bisa shalat bersama putra-putri hanya dipisahkan satir kain yang digantung mirip gorden, dalam benak mungkin ada juga yang sudah berlangganan meletakkan surat “cinta” disuatu tempat yang akan diambil oleh kekasihnya seusai shalat tarawih itu, eh itu hanya khayalan ya, jangan baper...

      Malam itu saya mengira tidak akan bisa sowan kepada yai karena kabarnya beliau sedang tidak di Ndalem (rumah, penyebutan jawa halus). Meskipun tetap berharap bisa sowan secepat mungkin agar bisa langsung on the way ke Jakarta karena ada acara di sore harinya.


      Gayung pun bersambut, menjelang pukul sepuluh malam saya ditimbali (dipanggil) oleh yai untuk sowan ke Ndalem, dengan diantar mas balya saya menuju kediaman beliau dan ternyata beliau sudah menunggu di ruang tamu. Seusai memperkenalkan diri, Setelah menyampaikan salam dari teman-teman JHQ, sesudah yai menanyakan kabar JHQ, saya menyampaikan niat bahwa “kami bermaksud ingin menyelenggarakan acara HBH JHQ di pesantren Al-Hikmah ini yai”, kataku. Beliau menyahut, “kalian serius? Ini sudah tinggal satu bulan lo, bagaimana persiapan disana?” setelah bercerita persiapan disana dan untuk meyakinkan pak yai juga akhirnya pak yai dawuh (berkata) “Sudah dua kali JHQ rencana mengadakan acara HBH disini dan dua-duanya gagal, kalau kamu gagal juga JHQ tidak usah kesini lagi”. “Insyaallah yai,” jawaban yang saya mantap-mantapkan meskipun masih antara harap dan cemas, itu agar tidak terlihat sedikitpun keraguan dari ketum saat itu. Hal itu pula mungkin yang menjadikan teman-teman JHQ sangat bersemangat untuk mensukseskan acara ini,- terima kasih semua sedulur JHQ yang tak bisa saya sebut namanya satu persatunya, kalian is the best. Sowan telah cukup dan saya langsung sekalian meminta untuk pamit ke jakarta esok harinya karena ada acara yang lain, acara tersebut ditutup dengan doa oleh pak yai. Semoga yai beserta keluarga besar selalu diliputi dengan rahmat Allah dan senantiasa diberikan kesehatan.

      to be continue