1. PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Wafatnya
nabi Muhammad Saw membuat umat islam kehilangan pemimpin yang dapat
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi mereka. Nabi sendiri tidak pernah
menunjuk siapa yang akan menjadi penggantinya. Hal ini menimbulkan timbulnya
dua teka-teki besar yang akan mengantar islam ke dalam rentangan sejarah yang
dibicarakan seakan tak berujung, yaitu: pertama, golongan mana yang akan
melanjutkan kepemimpinan nabi. Kedua, bagaimana cara pemilihan pimpinan
itu dilangsungkan? Al-Qur’an pun secara tegas tidak mencantumkan siapa yang
akan memimpin.
Meski
penuh pertentangan akhirnya disepakati yang menjadi pemimpin setelah Rasulullah
Saw wafat adalah Abu Bakar, kemudian Umar Bin Khattab, lalu di susul Ustman bin
Affan. Di tahun ke tujuh pemerintahan Ustman ini dirasa ada semacam tindakan
nepotisme dan koruptif yang menyebabkan
pemberontakan oleh ummat islam hingga berujung wafatnnya Sayyidina Ustman. Lalu
kepemimpinan dilanjutkan oleh Sayyidina Ali dan di tengah-tengah pemerintahan
Ali inilah nanti akan muncul beberapa aliran, diantaranya Khawarij dan
Murji’ah.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari gambaran latar
belakang diatas penulis akan membuat rumusan masalah agar lebih menfokuskan
pembahasan dan tidak melebar kemana-mana. Diantara rumusan masalah itu adalah
sebagai berikut:
a. Pengertian Khawarij
b. Pokok-Pokok
Ajaran Khawarij
c. Sekte-Sekte
Dalam Khawarij
d. Identifkasi
Ajaran Khawarij Di Indonesia
e. Pengertian
Murji'ah
f. Pokok-Pokok
Ajaran Murji’ah
g. Sekte-Sekte
Dalam Murji’ah
h.
Identifikasi
Ajaran Murji’ah Di Indonesia
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Adapun
tujuan pembahasan dari makalah ini adalah supaya kita memahami latar belakang
berdirinya sekte-sekte atau aliran-aliran kalam dalam islam serta memahami
pokok-pokok ajarannya dan mencoba mengidentifikasikan ajaran tersebut khususnya
di Indonesia.
2. PEMBAHASAN
Wafatnya
nabi Muhammad Saw membuat umat islam kehilangan pemimpin yang dapat
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi mereka. Nabi sendiri tidak pernah
menunjuk siapa yang
akan menjadi penggantinya. Hal ini menimbulkan timbulnya dua teka-teki besar
yang akan mengantar islam ke dalam rentangan sejarah yang dibicarakan seakan
tak berujung. yaitu: pertama, golongan mana yang akan melanjutkan
kepemimpinan nabi. Kedua, bagaimana cara pemilihan pimpinan itu
dilangsungkan? Al-Qur’an pun secara tegas tidak mencantumkan siapa yang akan
memimpin.[1]
Nama
khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan
kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Sayyidana Ali RA. Tetapi ada
pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100
surat an-Nisa’, yang di dalamnya disebutkan: “keluar
dari rumah lari kepada allah dan rasul-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij
memandang sebagai orang yang meninggalkan rumah keluar dari kampung halamannya
untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.[2]
Kaum
khawarij kadang-kadang menamakan dirinya syurah. Artinya “orang-orang
yang mengorbankan dirinya” untuk kepentingan keridhaan Allah Swt. Mereka
mendasarkan ayat : QS. Al-Baqarah 207.[3]
Nama lain dari khawarij yang sering diberikan juga adalah haruriah dari
kata harura. Satu desa yang terletak di dekat kota Kufah di Irak. Di tempat inilah mereka yang
pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri
dari Ali. Di sini mereka memilih Abdullah Ibn Abi Wahb ar-Rasidi menjadi imam mereka sebagai
ganti Ali.[4]
Adapun
yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte pengikut
Ali bin Abi Thalib yang keluar dari barisan karena tidak sepakat terhadap Ali
yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M
dengan kelompok bughot (pemberontak) Muawwiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan
pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah
yang telah di bai’at mayoritas umat islam, Muawwiyah berada di pihak yang salah
karena memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi
khawarij pihak Ali hampir memperoleh kemenangan dalam peperangan itu, tetapi
karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawwiyah, kemenangan yang
hampir diperoleh itu raib.[5]
Ali
sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawwiyah,
sehingga pada mulanya Ali menolak pemintaan itu. Akan tetapi, karena desakan
sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud
bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husain ath-Thai, dengan terpaksa Ali
memerintahkan al-Asytar (komandan Ali) untuk menghentikan serangan.[6]
Kedua
pihak menetapkan daumatul jandal sebagai tempat perdamaian, dengan ketentuan
bahwa tahkim tersebut akan dilaksanakan dalam bulan ramadhan pada tahun ke 37
H.[7]
Setelah
menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai
delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya dengan
alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali.
Mereka lalu mengusulkan agar Ali
mengirimkan Abu
Musa
al-Asy’ari
dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab allah. Sedangkan dari
pihak Muawwiyah mengajukan Amr bin Ash.[8]
Dalam
pertemuan mereka, kelicikan amr bin ash mengalahkan perasaan takwa abu musa
al-asy’ari. Sejarah mengatakan bahwa keduanya terdapat pemufakatan untuk
menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan. Ali dan Muawwiyah. Tradisi menyebut
bahwa Abu Musa al-Asy’ari, sebagai yang tertua, terlebih dahulu berdiri
mengumumkan kepada ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentagan itu.
Berlainan dengan apa yang telah di setujui, Amr bin Ash, mengumumkan hanya
menyetujui penjatuhan Ali saja tetapi menolak penjatuhan terhadap Muawwiyah.[9]
Bagaimanapun
peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Muawwiyah. Yang legal menjadi
khalifah sebenarnya hanyalah Ali, sedangkan Muawwiyah kedudukannya tak lebih
dari gubernur daerah yang tak mau tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Dengan
adanya arbiterasi ini keduduannya telah naik menjadi khalifah secara tidak
resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini ditolak Ali dan tak mau meletakkan
jabatannya, sampai ia mati terbunuh di tahun 661 M.[10]
Doktrin
teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung doktrin
sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengarui oleh sisi
budaya yang juga radikal. Hal lain yang juga menyebabkan radikalitas itu adalah
asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badui dan pengembara padang pasir
tandus. Hal itu telah membentuk watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak
tergantung pada orang lain, bebas dan tidak gentar hati. Akan tetapi mereka
fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu mendorong seseorang berfikir
sangat simplitis,
berpengatahuan sederhana
melihat
pesan berdasarkan motivasi pribadi, bukan berdasarkan fakta dan data dan
konsistensi logis.[11]
B. Pokok-Pokok
Ajaran Khawarij
Adapun
pokok-pokok ajaran khawarij diantaranya adalah:
a.
Khalifah atau
imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b.
Khalifah tidak
harus berasal orang quraisy atau keterunan.
c.
Setiap orang
muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat.
d.
Khalifah dipilih
secara permanen, selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat
islam. Ia harus di jatuhkan bahkan di bunuh jika melakukan kezaliman.
e.
Khalifah sebelum
Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, akan tetapi setelah tahun ke
tujuh dari pada masa kekhalifahan Ustman dinilai telah menyeleweng.
f.
Khalifah Ali juga sah tetapi setelah terjadi
arbitrase dianggap menyeleweng.
g.
Muawwiyah dan
amr bin ash serta abu musa al-asy’ari dianggap telah menyeleweng.
h.
Pasukan jamal
yang melawan Ali
juga dianggap kafir.
i.
Seorang yang
berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh. Dan lain
sebaginya.[12]
C. Sekte-Sekte
Dalam Khawarij
Sekte-sekte
dalam khawarij ada banyak sekali, al-Baghdadi mengatakan bahwa sekte ini telah
pecah menjadi 20 subsekte, harun mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi
18 subsekte, adapun al-Asyfarayani mengatakan bahwa sekte ini berpecah menjadi
22 subsekte.[13] Dan
dalam perjalanan sejarahya, hanya beberapa subsekte yang diangap besar dan
mewakili subsekte yang lebih kecil, antara lain adalah al-Muhakkimah, al-Azariqah,
al-Najdat, al-Ajaridah, al-Sufriyah dan al-Ibadiyyah.
1. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah
diambil dari semboyan mereka لاحكم إلاالله .
mereka disebut juga salaf al-khawarij (pengikut khawarij pertama).
Mereka berpendapat bahwa al,Muawwiyah, Amr, Abu Musa adalah kafir. Hukum kafir
berkembang
lagi dengan memasukkan orang
yang berdosa besar.[14]
2. Al-Azariqah
Subsekte
ini merupakan subsekte yang paling ekstrim diantara kelompok yang lainnya. Nama ini diambil dari nama
pemimpinnya sendiri yang bernama, Nafi’
bin al-Azraq.
Pegikut barisan ini cukup besar dengan barisan kekuatan 20.000 orang.[15]
3. Al-Najdat
Sebenarnya kelompok ini
merupakan persekutuan dari kelompok yang ingin bergabung dan kelompok
yang memisahkan dengan al-Azariqah. Pemisahan diri
ini disebabkan karena mereka tidak sependapat dengan memusyrikkan orang-orang
yang tidak mau berhijrah atau menghalalkan darah anak-anak istri orang islam
yang tidak sepaham.[16]
4. Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut
dari ‘Abd al-Karim bin ‘Ajrad yang menurut as-Syehrestani merupakan
salah satu teman dari Atiyah al-Hanafi. Kaum al-'Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut paham
mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagaimana yang diajarkan oleh Nafi’
ibn al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan.[17]
5. Al-Sufriyyah.
Pemimpin golongan ini
adalah Ziyad ibnu Ashfar. Dalam paham, mereka dekat
sama dengan golongan al-Azariqah dan oleh karena
itu juga merupakan golongan yang ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka kurang
ekstrim dari yang lain adalah berbagai pendapat berikut: - tidak hijrah tidak
dipandang kafir; - mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh
dibunuh; - daerah golongan islam yang tidak sepaham dengan mereka bukan dar
harb yaitu daerah yang harus diperangi;[18]
6. Al-Ibadiyyah.
Golongan ini merupakan
golongan yang paling moderat dari seluruh golongan khawarij. Namanya diambil
dari Abdulah ibnu Ibad, yang pada tahun 686
M, memisahkan diri dari golongan al-Azariqah.[19]
D. Identifkasi
Ajaran Khawarij di
Indonesia
Adapun
identifikasi ajaran khawarij Indonesia menurut penulis masih tetap adanya
pokok–pokok ajaran meski bukan atas nama khawarij tapi dengan nama sekte atau
firqoh yang lain. Misalnya dengan adanya tindakan-tindakan kekerasan atas nama
agama, ambillah contoh pengeboman JW Mariot
Jakarta,
pengeboman di Bali
(12 Oktober 2002)[20],
bom bunuh diri di kampung melayu Jakarta
Timur
(24 Mei 2017).[21]
Ambillah
sebagai contoh gerakan Hizbut Tahrir (HT) yang kemudian di beri imbuhan Indonesia
hingga menjadi HTI, jika kita mencermati fatwa-fatwa pemimpinnya kita akan
menemukan adanya kesamaan ajaran dengan khawarij. Misalnya gagasan-gagasan utama yang disampaikan Abu Bakar Ba’asyir dalam tadzkirahnya:
pertama, penegakan syari’at islam secara kaffah. Kedua, selain islam adalah
syirik. Tidak ada alasan untuk menggunakan sistem atau ideologi lain dalam
mengatur kehidupan manusia, karena islam adalah agama yang sempurna. Oleh
karenanya, penggunaan sistem demokrasi yang dianut Indonesia saat ini, dan
pancasila serta UUD 1945 nya adalah upaya pengalihan dari syari’at Allah ke hukum buatan manusia. Hal ini dianggap
perbuatan menyukutukan
Allah
atau syirik oleh mereka. Ketiga, tidak melakukan syari’at islam secara kaffah
berarti kafir. Tidak ditegakkannya syariat islam dalam suatu negara maka negara
tersebut dinilai kafir, atas dasar itu mereka menganggap NKRI dianggap kafir
dan pemimpinnya yang tidak menerapkan syari’at islam secara penuh dianggap
thogut, dll.[22]
Dalam
buku ilusi negara islam, gusdur mengatakan dalam kata pengantarnya bahwa hawa
nafsulah yang menjadi sebab utamanya dan “mereka melakukan kekerasan atas
nama agama itu karena mereka tidak mengerti bahwa islam tidaklah terkait dengan
kekerasan. Itu yang penting. Ajaran islam yang sebenar-benarnya adalah tidak menyerang
orang lain, tidak melakukan kekerasan, kecuali kita diserang atau diusir dari
rumah kita. Ini yang pokok. Kalau seseorang sudah diusir dari rumahnya, berarti
dia sudah kehilangan kehormatan dirinya. Hanya dengan alasan itu kita boleh
melakukan pembelaan”.[23]
Dengan
melihat adanya kesamaan ajaran dan keyakinan antara HTI dan mungkin kelompok
yang lain maka penulis menyimpulkan bahwa doktrin khawarij hingga sekarang
masih ada –jika enggan mengatakan masih menjamur-. Dan sasaran terbanyak
mereka adalah kaum urban yang minim pengetahuan atas agama dan juga dunia
akademisi yang silau jika melihat simbol-simbol agama digunakan entah adanya
unsur politik maupun bukan. Biasanya kelompok seperti ini letterlyk dalam
memahami teks agama tanpa dilihat
unsur-unsur lain yang berada diluar teks. Dan juga semangatnya melebihi
ilmunya, itu yang berbahaya.
E. Pengertian
Murjiah
Kata
al-Murji’ah adalah bentuk isim fa’il yang mendapat tambahan ta’ marbutah
(murji’un – murji’atun). Fi’il madi-nya (arja’a – yurji’u – irja’an), artinya
bisa bermacam-macam. Diantaranya:
a.
Menunda
(menangguhkan)
b.
Memberi harapan
c.
mengesampingkan[24]
Atas dasar itu mereka berkata bahwa
“perbuatan maksiat
itu tidaklah merusak iman, sebagaimana ketaatan tidak pula bermanfaat jika
disertai kekafiran. Apabila seorang meninggal dalam keadaan tauhid, maka dosa
dan kemaksiatan tidak memberikan mudharat kepadanya”.[25]
”Ada
juga yang mengatakan bahwa murji’ah di ilhami dari ayat QS. At-Taubah ayat 106.
Yang artinya; “dan ada pula orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada
keputsan Allah;
adakalanya Allah
akan mengazab mereka dan ada kalanya Allah akan menerima
taubat mereka. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”[26]
Seperti
halnya lahirnya firqoh khawarij, demikian juga halnya munculnya firqoh murjiah
adalah atas dasar latar belakang politik. Sewaktu pemerintahan islam pindah ke Damaskus,
maka mulai tampak kurang taatnya beragama kalangan penguasa bani umayyah,
berbeda dengan khulafa’ur rasyidin. Perilaku penguasa tampak semakin kejam,
sementara umat islam berdiam saja. Timbul persoalan: “bolehkah umat islam diam
saja dan wajibkah taat khalifah yang dianggapnya zalim? Orang-orang murji’ah
berpendapat bahwa orang muslim boleh saja shalat dibelakang orang yang shaleh dan
orang yang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu terserah Allah Swt. Soal ini mereka
tangguhkan sampai hari kiamat dan karena itu pulalah mereka dinamakan golongan
murji’ah. Yang berarti melambatkan atau menangguhkan tentang balasan Allah Swt.
Sampai akhirat nanti.”[27]
Murji’ah
lahir dengan membawa paham yang sama sekali berbeda dengan dengan paham
khawarij. Orang islam yang berbuat dosa besar tetap mukmin, tidak menjadi
kafir. Soal dosa besar diserahkan kepada allah kelak di hari perhitungan. Kalau
dosa besarnya diampuni oleh tuhan, ia segera di masukkan ke surga. Kalau tidak, ia akan masuk neraka
untuk waktu tertentu dan kemudian masuk surga.[28]
Menurut
mereka iman adalah pengakuan tentang ke-maha esaan Allah, dan ke-rasulan nabi Muhammad Saw. Yaitu pengakuan dengan
hati. Baranag siapa mengakui hal itu berdasarkan kepercayaan, maka dia adalah
mukmin, apakah dia menunaikan kewajiban-kewajibannya atau tidak, dan apakah dia
menjauhi dosa-dosa besar atau dia justru melakukannya. Salah seorang penyair
berkata:
ولا
أرى أن ذنبا بالغ أحدا من الناس شركا إذا ما وحد والصمدا
“aku
tidak berpendapat bahwa sesuatu dosa dapat mengantarkan seseorang kepada
syirik, selama dia tetap bertauhid kepada tuhan.”
Adapun
mengenai orang yang melakukan dosa besar dan lalai dalam melakukan kewajiban
sebagian tokoh murji’ah berpendapat tidaklah mungkin menghukumi meeka didunia.
Hal itu hendaknya
diserahkan kepada tuhan. Dari sinilah timbul istilah murji’ah.[29]
Golongan
murji’ah ada yang berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kekal dalam
neraka. Sesungguhnya
Allah
Swt tidak akan mengingkari
janji
pahala, sedangkan janji ancamannya boleh jadi tidak dipenuhi. Sebab pahalanya
adalah anugerah dan siksaan adalah keadilannya. Tidak melaksanakan ancamannya
bukanlah suatu kekurangan. Kata mereka.[30]
F. Pokok-Pokok
Ajaran Murji’ah
Beberapa
pokok-pokok ajaran Murji’ah diantaranya adalah:
a. Penangguhan
keputusan terhadap Ali
dan Muawwiyah
hingga Allah
memutuskan di akhirat kelak.
b. Pemberian
harapan terhadap orang yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat
dari Allah.
c. Doktrin-doktrin
murji’ah menyerupai ajaran madzhab skeptis dan empiris dari kalangan helenis.
Sementara Abu Ya’la al-Maududi
menyebutkan dua doktrin ajaran murji’ah yaitu: pertama, iman adalah
cukup percaya kepada Allah dan rasulnya tidak dipengaruhi oleh amal. Kedua,
dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati maka setiap
maksiat tidak akan mempengaruhi iman.[32]
G. Sekte-Sekte
dalam
murji’ah
Muhammad Imarah menyebutkan ada dua belas sekte dalam ajaran murjiah. yaitu:
a. Al-Jahmiyyah (pengikut Jahm bin Shafwan)
b.
Ash-Shalihiyyah (pengikut Abu Musa ash-Shalahi)
c.
Al-Yunusiyyah (pengikut Yunus as-Samari)
d.
Asy-Syamariayah (pengikut Yunus asy-Syamari)
Harun Nasution secara garis besar mengelompokkan sekte ini menjadi dua
kelompok. Yaitu: Murji’ah moderat dan murji’ah ekstrim.[34]
Diantara murjiah yang ekstrim diantaranya adalah: jahmiyyah, shalihiyyah,
yunusiyyah dan hasaniyyah.[35]
Sebagai kesimpulan, Harun
Nasution mengatakan bahwa aliran murji’ah yang moderat sebagai gologan
tersendiri telah hilang dalam sejarah dan ajaran-ajaran mereka mengenai iaman,
kufr, dan dosa besar masuk ke dalam ajaran ahlus sunnah dan jama’ah. Dan aliran
murji’ah yang ekstrim juga telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri,
tetapi dalam praktek masih terdapat sebagian umat islam yang menjalankan ajaran-ajaran
ekstrim itu. Mungkin dengan tidak sadar mereka dalam hal ini sebenarnya
mengikuti ajaran murjiah yang ekstrim.[36]
H. Identifikasi
Ajaran Murji’ah Di Indonesia
Adapun
identifikasi ajaran murji’ah, lebih-lebih di Indonesia penulis belum menemukan
jawabannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul dan Anwar, Ilmu Kalam,
(Bandung: CV Pustaka Setia,
2016)
Hanafi, Muchlis M. Tafsir
Terhadap Dasar-dasar Ideologi
Takfir Kelompok
Islam Radikal, dalam suhuf vol. 07 no. 02 nov 2014, Jakarta,
jurnal kajian al-qur’an.
an-Najjar, Amir. al-Khawarij:
Akidah wa Fikratan
wa Falsafatan, Terj. Afif Muhammad
dkk, (Bandung: Lentera, 1993) cet.I,
Nasir,Sahilun A. Pemikiran
Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2016)
Nasution, Harun. Teologi Islam, (Jakarta: UI-press, 2016)
Nurdin, M. Amin dkk, Sejarah Pemikiran Islam,
(Jakarta: AMZAH, 2016)
htps://id.m.wikipedia.org/wiki/bom_bali_2002
3. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan materi diatas penulis mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1.
Latar
belakang berdirinya sekte-sekte dalam islam paling banyak disebabkan oleh
perpecahan politik waktu itu.
2. Nama
khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan
kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Sayyidana Ali RA. Tetapi ada
pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100
surat an-Nisa’, yang di dalamnya disebutkan: “keluar
dari rumah lari kepada allah dan rasul-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij
memandang sebagai orang yang meninggalkan rumah keluar dari kampung halamannya
untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Sekte
dalam khawarij yang diangap besar dan mewakili subsekte yang lebih kecil,
antara lain adalah al-Muhakkimah, al-Azariqah, al-Najdat, al-Ajaridah, al-Sufriyah
dan al-Ibadiyyah.
4.
Kata al-Murji’ah
adalah bentuk isim fa’il yang mendapat tambahan ta’ marbutah (murji’un –
murji’atun). Fi’il madi-nya (arja’a – yurji’u – irja’an), artinya bisa
bermacam-macam. Diantaranya: - Menunda (menangguhkan) - Memberi harapan - Mengesampingkan
B. Penutup
Demikian
makalah ini kami susun. Penulis sadar betul bahwa keberadaan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dalam segi isi maupun penulisan. Dari sini penulis
berharap adanya kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan
penyusunan makalah-makalah berikutnya.
[3] Sahilun A.
Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2016) hal.124
[4] Harun
Nasution, Teologi Islam, hal.13 / Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), hal.125
[6] Amir
an-Najjar, al-Khawarij: Akidah wa Fikratan wa Falsafatan, Terj. Afif Muhammad dkk, (Bandung: Lentera, 1993) cet.I, hal. 5
[12] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam,
hal.65-66
[13] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal.69
[14] M. Amin Nurdin
dkk, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta, AMZAH 2016) hal.15
[17] Harun
Nasution, Teologi Islam, hal.20
[19] Harun
Nasution, Teologi Islam, hal.22
[20]
htps://id.m.wikipedia.org/wiki/bom_bali_2002 Diunduh 01/10/2017 pukul 11:12
[22] Muchlis M.
Hanafi, Tafsir Terhadap Dasar-dasar Ideologi Takfir Kelompok Islam Radikal, dalam suhuf vol. 07 no. 02 nov 2014, Jakarta,
jurnal kajian al-qur’an. Hal.173-174
[23] www.compasiana.com/alexanderphilips/kekerasan-atas-nama-agama. Diunduh 01 Oktober 2017 pukul 10:30
[24] M. Amin Nurdin
dkk, Sejarah Pemikiran Islam, hal.24
[26] M. Amin Nurdin
dkk, Sejarah Pemikiran Islam, hal.225
[28] M. Amin Nurdin
dkk, Sejarah Pemikiran Islam, hal.23
[31] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, lmu Kalam, hal.73
[32] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal.73
[33] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal.74
[34] Harun
Nasution, Teologi Islam, hal.28
[35] Abdul Rozak
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hal.75
[36] Harun
Nasution, Teologi Islam, hal.32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar