Senin, 26 Februari 2018

Resume Kaidah Athaf Dalam Penafsiran Al-Qur'an, Senin, 26/02/18

Kaidah-kaidah Penafsiran

Resume ini kami ambilkan dari Buku Dr. Ahmad Husnul Hakim IMZI, MA untuk memudahkan kami sendiri dalam memahami dan mengahafalkannya. Dan juga sedikit tambahan dari keterangan beliau dikelas sahabat,. semoga bermanfaat ya sob......

Kaidah yang pertama kita pelajari dikelas adalah Kaidah Athaf sahabat. memang ada banyak huruf-huruf Athaf dalam Al-Qur'an, tetapi secara Garis besar atau yang paling sering muncul ada tiga. yaitu: Waw, Fa', dan Tsumma. oh ya, ini kita sedang membicarakan Kaidah Athaf dalam penafsiran lho ya, jangan terfokus pada kaidah nahwunya saja. meski tidak bisa dipungkiri Kaidah itu juga harus kita terapkan sih........hehe -)


Sabtu, 24 Februari 2018

curhat hari sabtu, 24/02/2018

Resume Kajian Tafsir Asy-Sya’rawi oleh:
KH. Dr. Ahmad Husnul Hakim, IMZI, MA.

Ada yang istimewa di hari sabtu bagi mahasiswa di area pondok cabe, ciputat dan sekitarnya. Pasalnya ada banyak jadwal kajian yang bisa diikuti, lebih istimewanya lagi, berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) bukan dari teman-teman yang hanya mengaku ahlus sunnah. Bukan wilayahku untuk kritik mengkritik...hehe

Diantara jadwal Kajian itu adalah Jum’at Malam sabtu ada kajian Kitab Tafsir Sya’rawi yang diampu oleh Kiyai pesantren eLSiQ (Lingkar Study Ilmu Qur’an) bertempat di Perum Wisma Mas Pondok Cabe. Dilanjutkan dengan pagi harinya dengan kajian Dhuha kitab yang sama dan juga pengampu yang sama yaitu Abah Husnul Bertempat di Masjid Bayt al-Qur’an Perum. Southcity, Jl. Southcity Selatan. Dilanjutkan dengan kajian bernuansa Islam Nusantara di INC (Islamic Nusantara Center) dengan dua sesi, yaitu sesi sebelum dzuhur dan seusai Dzuhur beralamatkan di Wisma UIN Syarif Hidayatullah. Dilanjut dengan kajian Fikih di masjid Bayt Qur’an setelah magrib lalu kajian Risalah Ahlus Sunnah setelah Isya’, pokoknya kalau kita ikutin semua akan menjadi manusia sok sibuk di hari libur deh...hehehe

Yang ingin kami resumkan hanya kajian Dhuhanya saja, hehe

Di sabtu ini kami masih berkutat dengan Tafsiran Syaikh Sya’rawi di ayat yang ke-empat surat al-fatihah. “Maaliki Yaumiddiin”. Diminggu yang lalu kita di suguhkan dengan pertanyaan seseorang kepada Syaikh dengan pertanyaan: “aku ingin tahu, apakah aku ini termasuk orang ahli dunia atau ahli akhirat?” lalu Syaikh tersebut menjawab, “Timbangannya adalah ada pada dirimu sendiri” lalu pemuda itu bertanya kembali. “bagaimana caranya?” lalu di jawab oleh Syaikh “Jika datang kepadamu orang yang meminta Shadaqoh kamu lebih suka dibandingkan dengan orang yang datang kepadamu membawa harta.” Maka kau termasuk orang ahli akhirat. Ini bisa kita logika karena harta yang sesunguhnya milik kita adalah harta yang kita infakkan. Yang akan tetap kita nikmati hingga di akhirat kelak.

Di pagi ini, abah menjelaskan bahwa cara melihat ada dua: yaitu melihat dengan mata dan melihat dengan hati. Pandangan mata untuk melihat materi, sedang pandangan hati adalah untuk melihat dalam pandangan koridor iman. Pandangan mata tidak perlu di percayai karena memang sudah jelas. Tetapi pandangan hati harus di imani karena ada hal-hal ghaib yang bisa kita saksikan.
Seseorang yang mempunyai pandangan hati, jika mebaca ayat-ayat tentang kebahagiaan dan surga maka dia akan bergembira karena melihat kebahagiaan orang yang menghuninya. Begitu pula ketika membaca ayat adzab, maka akan bergetar hatinya karena ketakutannya. Sebagaimana QS. Az-Zumar 23.

تقشعرّ منه جلود الذين يخشون ربّهم
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya.
Disini juga dicantumkan Riwayat yag menceritakan tentang Jibril yang mengajarkan kepada para sahabat: Rasul bersabda “Hendaklah kalian menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, jika kalihat tidak melihatnya maka Allah pasti melihatmu”. Ini adalah sebagai acuan pandangan seorang mukmin dalam melihat segala hal.

Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. Bertemu salah seorang sahabat yang bernama Harist. Beliau bertanya: “bagaimana kabarmu hari ini?”. Harist menjawab; “Baik dan saya tetap beriman”. Rasul berkata: “apa indikasi imanmu?” Harist menjawab; “saya menghindardari dunia, bermunajat di malam hari, berpuasa di siangnya. Seolah-olah sedang melihat Arsy Allah, dan seolah melihat ahli surga dengan keindahan bercengkrama para penghuninnya. Dan melihat ahli neraka sedang menjerit”. Rasul berkata: “wahai Harist, kamu telah mengetahui maka Konsistenlah”.


Di tengah-tengah penjelasan beliau menjelaskan bahwa seorang Ahli Qur’an (Orang yang hafal Al-Qur’an) harus selalu setia dengan istri pertamanya itu, karena dia adalah pencemburu. Al-Qur’an itu sendiri maksudnya. Kita harus selalu “Muroqobah, Mujahadah dan Mu’aqobah” kita harus selalu bertekad kuat, menjalankan tekad itu dan menghukum diri sendiri jika terlewat.

Kita juga dapat melihat firman Allah QS. Al-Fil ayat pertama “ألم تر”  apakah kamu tidak melihat? Ayat ini biasa dibuat menyerang al-Qur’an oleh para orientalis. Bagaimana mungkin Nabi melihat? Sedang nabi dilahirkan ditahun itu juga. Jika ayat tersebut “ألم تعلم” apakah kamu tahu? maka ini mungkin saja. karena tahu, bisa jadi diberi tahu oleh orang lain atau belajar dari orang yang lain. Begitu penuturan Orientalis. Ini tidak dapat diterima karena melihat disini adalah melihat dengan pandangan iman. Bukan wilayah melihat materi. Begitu juga orang mukmin yang membaca ayat ini hendaknya melihat dengan pandangan iman, karena pandangan mata mungkin saja menipu tetapi pandangan hati sangatlah otentik dan jujur.

Wallahu A’lam.....

Sekian dulu ya teman-teman, sudah malam.hehe -) kalau ada kritik atau saran boleh langsung komen dibawah atau privat chat juga gak apa. Terima kasih deh....

Semoga bermanfaat.........................

Kamis, 22 Februari 2018

menyikapi masa lalu

Belajar Ke Masa Lalu

As-Syaikh abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali atau lebih dikenal dengan Imam Ghazal pernah mengajukan beberapa pertanyaan terhadap muridnya. Salah satunya adalah “apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?” para murid kemudian menjawab, ada yang mengatakan matahari, bulan, bintang gemintang. Sang Imam menjawab; “semua jawaban itu benar, tetapi jawaban yang paling benar adalah Masa Lalu”.

Bagaimanapun kita, sehebat apapun kendaraan kita, sudah barang tentu tidak akan bisa mengakses masa lalu kita. Oleh sebab itu kita di tuntut untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap saat dengan belajar terhadap masa lalu. Kita tahu bahwa waktu yang terlewat oleh kita, walau hanya hitungan detik apalagi menit adalah masa lalu.

Ada ungkapan menarik tentang waktu bahwa “الوقت كا السيف إن لم تقطعه قطعك”  bahwa “waktu di ibaratkan pedang, siapa yang tidak bisa menggunakan pedang sebaik-baiknya akan terlukai oleh pedang tersebut.” Begitupun waktu, siapa yang terlena oleh waktu dia akan menyesal dibuatnya. 
 

Lalu bagaimana kita menyingkapi masa lalu? Kita dapat menghadirkan masa lalu kapanpun kita mau. Yang sering kita sebut kenangan. Baik dan buruknya kenangan kita, kita dapat mengundangnya kembali setiap saat. Bila dertemu dengan kenangan buruk, kita akan merasa sedih dan terpuruk. Jika kenangan manis yang kita temukan, akan merasa bahagia.

Kita tidak boleh lama-lama terpuruk dalam kubangan masa lalu yang kelam, karena hal tersebut hanya akan mengahabiskan waktu. Kita boleh mengundang kenangan itu, bukan untuk berlama-lama dalam nostalgia buruk masa lalu tetapi untuk mengambil ibroh (pelajaran) dari setiap kejadian yang pernah terjadi.
Setiap pribadi tentu punya kenangan buruk, dan juga punya kenangan baik. Disana kita akan tahu bahwa orang baik adalah orang yang banyak kebaikannya, tetapi tidak berarti dia tidak punya sisi gelap. Hanya saja dia mampu menutup sisi gelapnya dengan kebaikannya.

Selayaknya kita juga harus selalu memperbaiki diri setiap saat, belajar dari masa lalu yang pernah terlewat. Kita tahu bahwa waktu tidak akan terulang. “wahai anak adam, sesungguhnya kamu terdiri dari hari-hari, jika telah berlalu hari itu maka tidak akan pernah terulang kembali.”

Kita juga dapat menyusun strategi dalam menghadapi waktu, sebisa mungkin kita yang mengendalikan waktu bukan waktu yang mengendalikan kita. Dalam menghadapi waktu ini kita dapat mengambil ibrah satu surat dalam Al-Qur’an yang dikomentari oleh As-Syafi’i bahwa jika hanya surat ini yang turun, niscaya nasehatnya telah mencukupi bagi kita. Yaitu QS. Al-‘Ashr:

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang beruntung karena selalu berhati-hati dalam menggunakan hari-hari kita dan selalu kita niatkan untuk menggapai ridho-Nya.

Selasa, 20 Februari 2018

selayang pandang khitan

Sekelumit Pandangan Tentang Khitan

Khitan terambil dari kata bahasa arab kha-ta-na yang berarti memotong atau mengerat. Sedangkan menurut istilah, khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung dzakar atau kemaluan laki-laki atau memotong bagian dari gumpalan jaringan kecil pada ujung bagian vulva dibagian atas kemaluan perempuan.
Dalam sejarah islam khitan sudah dikenal sejak zaman nabiyullah ibrahim sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh abu hurairah ra, rasulullah saw bersabda “ibrahim khalil ar-rahman di khitan ketika berusia 80 tahun dengan menggunakan kapak.”
Pada masa islam, khitan dilakukan oleh rasulullah terhadap cucunya, hasan dan husain yaitu ketika keduanya dalam usia tujuh hari, sementara menurut hadist yang diriwayatkan anas bin malik dan ibnu abdul bar, rasulullah telah berkhitan sejak lahir. Sebagaimana di ceritakan juga dalam al-barzanji dan kitab-kitab maulid lain juga. 

وولد صلى الله عليه وسلم نظيفا مخطونا مقطوع السرة بيد القدرة الإلهية

Sebagaimana di syariatkannya khitan pada masa nabi ibrahim, maka disyaariatkan pula khitan untuk nabi muhammad dan ummatnya. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. An-nahl 123 (tsuma auhainaa ilaika anit tabi’millata ibrahima hanifan) yang artinya ”ikutilah millah ibrahim”.
Dan juga riwayat Abu Hurairah Ra ia berkata: “aku mendengar rasulullah saw bersabda ‘fithrah itu ada lima yaitu; khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, bakteri dan bau yang tidak sedap, air kencing mengandung semua unsur tersebut. Tentu tak terbayang bagi kita seberapa banyak kotoran yang mengendap jika seseorang “-pria terutama-” tidak melakukan khitan.
Khitan adalah menyempurnakan thaharah dalam beribadah. Karena itu khitan disunnahkan dilakukan saat bayi berusia tujuh hari, karena rasulullah telah mencontohkan demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa khitan baik dilaksanakan ketika sang anak berusia 10 tahun, karena diusia tersebut anak mulai diperintahkan untuk shalat. Yang salah satu syarat shalat adalah suci baik dari hadast maupun najis. Secara psikologis, khitan baiknya dilakukan saat anak mulai memahami segi positif dan negatif khitan sehingga trauma psikis lebih minimal.

pendidikan dalam keluarga


                Pendidikan Dalam Keluarga

Keluarga adalah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, kasih sayang dan lain sebagainya. Oleh karena itu keluarga haruslah di desain sebaik mungkin untuk belajar sang anak tersebut. Yang mana jika sebuah keluarga baik, maka akan baik pula sebuah masyarakat, dan jika sebuah masyarakat baik, akan baik pula komunitas diatasnya. Singkatnya, keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah negara. Jika keluarga baik maka akan baik pula sebuah negara.

Anak juga sebagai penerus eksistensi orang tua, yang dalam bahasa al-Qur’an anak disebut sebagai “perhiasan” (al-maalu wal banina zinatul hayatid dunya) QS. Al-kahf 46. Sang anak bisa menjadi penolong bagi orang tua baik saat hidup di dunia –yakni ketika usia lanjut- maupun saat telah tiadanya. Sebagaimana di isyaratkan dalam Al-Qur’an bahwa anak bisa menjadi permata hati “qurrota a’yun” QS. Furqon 74, dan juga di isyaratkan oleh hadist nabi muhammad saw bahwa anak bisa menjadikan orang tua kebanjiran pahala yang tidak akan terputus sebagaimana pahala amal jariyyah. “ketika manusia (bani adam) meninggal, semua amalnya terputus kecuali tiga hal yaitu: sedekah jariyyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan orang tuanya.” (HR. Tirmidzi)

Sebagaimana anak bisa menjadi penolong bagi orang tuanya, anak juga bisa menjadi sebaliknya apabila tidak di didik dengan benar, karena sesuguhnya selain sebagai anugerah anak juga sebagai cobaan “Fitnah” QS. Al-Anfal 28.

Ada beberapa pesan yang diuraikan al-Quran menyangkut keluarga. satu; agar menjaga keluarga dari siksa api neraka “Quu anfusakum wa ahlikum naaron” QS. At-tahrim 6, kedua; allah memerintahkan nabi muhammad saw dan umatnya untuk memberi peringatan terhadap kerabatnya “wa andzir asyirotakal aqrobin” QS. As-syu’ara 214, orang tua juga diperintahkan oleh allah untuk menyuruh keluarganya melaksanakan shalat “wa’mur ahlaka bis shalah” QS. Thaha 132.

Tentang pendidikan anak, al-Qur’an memberikan beberapa tuntunan diantaranya:
Yang pertama adalah Di didik dengan pendidikan kasih sayang, sebagaimana pendidikan lukman terhadap anaknya, yang memanggil anaknya dengan panggilan mesra “ya bunayya” wahai anakku, ini mencontohkan agar kita memberikan pendidikan terhadap anak kita dengan pendidikan kasih sayang, bukan atas dasar paksaan. Karena anak yang di berikan kasih sayang dalam keluarga ia akan membawa kasih sayang pula dalam pergaulannya, begitu pula jika sang anak diberikan hardikan dan makian dalam pendidikannya, bisa jadi itu juga yang akan di bawa dalam pergaulannya.

Berkaitan dengan pendidikan anak sayyidina Ali ra berkata. “didiklah anak-anakmu, (dengan pendidikan yang sesuai) karena mereka itu diciptakan untuk masa yang berbeda dengan masamu”.
Karena itu pula Nabi Saw mengingatkan bahwa: “Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya agar berbakti kepadanya”. Beliau ditanyai oleh para sahabatnya: “bagaimana orang tua membantunya ya Rasul?”. Rasul Saw menjawab: “dia menerima dengan baik yang mudah bagi anaknya, tidak memberatkannya, dan tidak juga memaki atau menghinanya”.

Kemudian yang ke-dua adalah Memberikan keteladanan dengan ucapan yang benar dan jujur. “wal yaquuluu qoulan sadidan” QS. An-nisa 9, Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat berkesan dalam pendidikannya dan sangat lekat ingatannya. Oleh karena itu, seyogyanya orang tua mencontohkan tentang kejujuran terhadap anak. Katakanlah perkataan yang benar dan jujur tentunya dengan kebijakan dan mempertimbangkan seberapa kuat daya penerimaan di usia tersebut.

Dilanjurkan dengan Mendoakan sang anak. Setelah maksimal mendidik dan memberikan keteladanan kepada anak, maka doa yang istiqamah adalah klanjutan ikhtiar yang terbaik dari kedua orang tuanya. Banyak sekali redaksi do’a yang di ajarkan al-Qur’an, diantaranya QS. Al-furqon 74: “ربنا هبلنا من أزواجنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما  dan juga QS. Al-ahqaf 15, dan lain sebagainya.
Tentu setelah usaha dan doa maksimal kita panjatkan maka tawakkal adalah langkah selanjutnya.
Itulah sekelumit pendidikan dan tanggung jawab orangtua terhadap anaknya yang dapat kita bagi pada kesempatan kali ini.


nasehat pernikahan

Kado buat sahabat kami “mbak Nazlah” yang telah melangsungkan janji suci bersama suami tercinta. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Oleh: Ahmad Munthaha al-Fathi
Tali pengikat kuat dalam pernikahan:
Kita tahu bahwa perjodohan tidak hanya sekedar penyatuan dua insan tetapi juga penyatuan dua kelarga besarnya. Pernikahan tanpa didasari rasa cinta akan terasa hambar dan cinta tanpa terikat dengan ikatan suci juga sesuatu yang sangat menyebabkan rasa takut kehilangan yang berlebihan. Hingga ada doa yang terkenal di kalangan kaula muda yaitu “Ya Allah, lindungilah aku dari cinta yang tak berujung pada pernikahan dan lindungilah aku dari pernikahan yang tanpa didasari rasa cinta.” Dalam pernikahan, paling tidak ada empat tali pengikat yang sangat kuat yang dalam bahasa al-Qur’an disebut ميثاقا غليظا atau perjanjian yang agung. Diantara empat tali pengikat tersebut adalah:

Pertama, Amanat, Ingatlah bahwa engkau telah mengambil amanat atas orang tuanya, maka ingatlah kewajibanmu setelah itu, yaitu untuk menjaganya dan membimbingnya.

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Seperti sabda nabi yang kurang lebih artinya demikian, "Berwasiatlah kepada perempuan tentang kebaikan, sungguh kamu telah mengambilnya dengan amanat Allah (yang di dahului sebelumnya dengan janji suci dalam pernikahan yang di sebut "غليظا ميثاقا" dalam al-Qur'an artinya (perjanjian yang agung), dan di halalkan (farjinya) dengan kalimat Allah (ijab & qobul).
Itulah pengikat kuat yang pertama, yaitu atas dasar Amanat. Tidak akan di serahkan amanat, kecuali kepada orang yang di percaya oleh pemberi amanat itu. Oleh karenanya jagalah amanat yang dipercayakan kepada kalian untuk membina mahligai rumah tangga yang penuh barokah didalamnya.
Kedua adalah Sakinah. Sakinah adalah ketenangan setelah sebelumnya ada gejolak, seperti itu pulalah keadaan orang yang telah menikah, dia akan merasa lebih tenang dari pada ketika sebelum menikah.
Paling tidak, dia tidak risau takut kehilangan kekasih yang di cintanya selama ini karena telah di ikat dengan tali pernikahan. Ketahuilah sakinah itu potensi, bukan langsung ada dengan penuh. tidak semua orang yang telah menikah itu akan sakinah, tapi orang yang telah menikah pasti punya potensi untuk sakinah (tenang). oleh karena itu, tingkatkanlah potensi sakinah itu dengan kerjasama yang baik antara kedua mempelai.
Tali pengikat berikutnya adalah Mawaddah. Mawaddah atau Cinta kasih, demikianlah kurang lebih padanan kata mawaddah Dalam bahasa kita. Tapi tidak sekedar cinta kasih, karena kata "حُبّ" dalam bahasa kita juga di artikan cinta. Tapi "مودّة" yang akar katanya "وُدَّ" itu lebih tinggi tingkatannya dara pada حُبّ, yaitu cinta kasih yang murni. Puncak cinta adalah ketika seseorang tidak merasa lagi berkorban untuk kekasihnya. Kenapa tidak merasa berkorban? Karena melakukan pengorbanan itu adalah suatu kebutuhan untuk dirinya sendiri. Justru dengan bisa mempersembahkan sesuatu untuk kekasihnya itulah kepuasan bagi jiwanya. Oleh karena itu, dia tidak merasa lagi berkorban walaupun hakikatnya berkorban berat.
Pengikat yang terakhir adalah Rahmah. Rahmah atau Kasih sayang, adalah rasa Mengasihi karena dia butuh di kasihi, atau rasa sayang karena obyeknya itu butuh di sayangi. Seperti itulah kurang lebih gambaran kasih saying. saling menyayangi antar keduanya. Tidak semua pasangan akan bisa mencapai tingkatan ini, meskipun dari awal semua orang pasti punya potensi. Bisa saja di tengah-tengah perjalanan ada badai yang menghalang dan pasti ada.
Misalnya: ada pasangan suami istri yang istrinya itu tidak bisa hamil, dengan demikian istrinya mempersilakan suaminya itu untuk nikah lagi, karena kesadarannya bahwa salah satu tujuan dari pernikahan itu adalah melanjutkan keturunan, seperti inilah contoh puncak dari kasih sayang seorang istri terhadap suaminya, tapi jika suaminya menyadari betapa sakitnya orang yang di madu atau di duakan, Hingga dia memutuskan tidak menikah lagi hanya untuk kepentingan pribadinya, tetapi menjaga perasaan istrinya dan tetap bertahan hidup bersama, seperti itulah contoh puncak kasih sayang seorang suami terhadap istrinya. Dan masih banyak lagi contoh yang lainnya.
Itulah tali pengikat Kuat cinta dalam pernikahan, sehingga jika yang satu putus masih terdapat tali pengikat yang lainnya, hingga jika putus semua betapa tidak logisnya dan betapa tidak bisa menjaganya, terlebih bagi mereka yang memahaminya.
Aku yakin kalian memahami itu semua atau bahkan lebih paham dari penulis sendiri. Semoga Allah SWT selalu menjaga keharmonisan keluarga kalian, dan di jadikan keluarga yang sakinah mawadah warahmah.
Yang terakhir, libatkanlah Rabb kalian dalam menjaga cinta kalian. Berdoalah selalu kepada-Nya agar Allah selalu menjaga cinta diantara kalian.

اللهمّ يا مقلّب القلوب ثبّت قلبي علي دينك, وثبّت قلبي على مودّة زوجي وثبّت قلب زوجي على مودّتي

Ya Allah, dzat yang maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu.
Ya Allah, dzat yang maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk mencintai suamiku, dan tetapkanlah hati suamiku agar tetap mencintaiku.
Semoga Allah selalu menjaga cinta kalian, dan di anugerahi keturunan yang Sholih dan Sholihah.
Amin ya Rabb....





resume kuliah, Senin, 19/02/2018


Resume kuliah “Kaidah Tafsir” yang diampu oleh KH. Dr. Ahmad Husnul Hakim, IMZi, MA.

Oleh: Ahmad Munthaha Al-Fathi

Dihari senin, biasa kami mahasiswa IAT PTIQ semester IV biasa digabung antara kelas A & B. Hari ini –Senin, 19/02/18- kami mempelajari kaidah athaf waw (و) yang kedua, yaitu huruf athaf yang berfungsi “li al-Tafriq” (pembeda). Dan huruf athaf waw yang ke-tiga, yaitu huruf athaf waw yang berfungsi sebagai “Lil Awwaliyyat” (skala prioritas). Sedangkan pekan kemarin kami mempelajari kaidah athaf waw “Li Muthlaqil Jam’i” (penggabungan sesuatu yang sama-sama kuatnya).
Dalam kaidah athaf yang ke-dua ini kami disuguhi dengan contoh yang menarik yaitu: QS. Al-Bayyinah ayat pertama; dalam ayat tersebut terdapat kalimat من أهل الكتاب والمشركين  waw athaf tersebut mempunyai fungsi “li al-Tafriq” (pembeda), karena meskipun sama-sama Non Muslim tetapi berbeda konskuensi hukumnya.
Ahli kitab dengan Musyrik itu berbeda, kalau ahli kitab adalah orang non muslim tetapi mempunyai agama, Yahudi atau kristiani misalkan. Sedangkan Musyrik, adalah orang yang non muslim namun tidak memiliki agama –penyembah pagan-. Setiap kata musyrik dalam al-qur’an, kebanyakan –kalau enggan menyebut semua- itu memiliki makna Muysrikin makkah.
Dalam masalah pernikahan beda agama misalkan, maka orang muslim boleh menikahi ahli kitab tetapi tidak ada atau belum ditemukan pendapat yang mengatakan boleh menikahi orang musyrik. Meskipun terdapat catatan kebolehannya: yaitu lelaki muslim boleh menikahi perempuan ahli kitab, namun tidak untuk sebaliknya.
Maka waw tersebut lebih tepat dipahami sebagai “li al-Tafriq” (pembeda). Yaitu pembeda antara term “Ahli Kitab” dengan term “Musyrik”.
Kebolehan nikah dengan ahli kitab bisa kita lihat QS. Al-Maidah 05, dan larangan menikahi serta menikahkan dengan orang musyrik bisa kita lihat di QS. Al-Baqoroh 121. Dengan seperti itu maka kita bisa membedakan antara ahli kitab dan musyrik. Meskipun keduanya adalah non islam.
Adapun masalah kebolehannya pasti banyak perdebatan dan perbedaan pendapat didalamnya. Namun abah –begitulah kami biasa memanggil dosen kami yang satu ini.- membuka wawasan kami dengan memberi beberapa pandangan yang akan coba kami paparkan.
Kenapa hanya boleh mempunyai agama? Itu dikarenakan semua agama mempunyai ajaran universal tentang kebaikan. Dan mengapa hanya boleh lelaki muslim menikahi perempuan ahli kitab bukan sebaliknya? Disini abah memberikan gambaran pada waktu dahulu ulama’ menetapkan hal itu karena garis keturunan dizaman itu adalah patriarkhi (garis kebapakan lebih kuat). Maka dikhawatirkan jika yang ahli ktab adalah bapaknya maka keturunannya ikut agama bapaknya semua. Dan juga karena tanggung awab adalah dipundak suami serta yang mempunyai akad atau yang melaksanakan akad adalah suami.
Dan juga ada salah satu mahasiswa yang mengutip pendapatnya Syaikh Sya’rawi rahimahullah saat ditanya pemuda tentang pernikahan beda agama, mengapa hanya boleh lelaki muslim menikahi ahli kitab dan bukan sebaliknya? Karena lelaki kami mengimani nabi kalian dan kalian tidak mengimani nabi kami “jawab syaikh sya’rawi”. Jika lelaki kalian mau menkahi perempuan kami maka harus mengimani nabi kami terlebih dahulu (otomatis harus bersyahadat). Disinilah kecerdikan dan kecerdasan ulama’ kita.
Demikian curhatan kuliah kami, jika ada kebenaran itu murni karena taufiq dan hidayah dari Allah Swt. Jika ditemukan esalahan sudilah kiranya pembaca meluruskannya demi kabaikan bersama.
Wallahu a’lam...