Senin, 16 Juli 2018


Mahasiswa IPTIQ Jakarta Hadiri Pelantikan Pengurus Pusat FKMTHI


Mahasiswa IPTIQ (Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) Jakarta ikuti Mukernas FKMTHI (Fokum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadist se-Indonesia) di UIN Antasari Banjarmasin Kalsel. Acara ini merupakan Pengukuhan Pengurus Pusat FKMTHI masa khidmah 2018-2020 & Konsorsium Naional dengan tema “Islam dan Budaya Nusantara”.


Acara ini dimulai dengan pertunjukan tarian khas Banjar, yaitu tarian penyambutan tamu yang dikenal dengan nama tari “Radap Rahayu” dilanjutkan tilawah qur’an yang dilantunkan oleh salah satu mahasiswa UIN Antasari.


Dalam sambutannya Sekjend FKMTHI mengatakan bahwa ada sekitar 98 HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) yang tergabung dalam Forum ini. Acara selanjutnya dilanjutkan dengan sambutan dari Rektor UIN Antasari Bp. Prof. Dr. Mujiburrohman, MA. Beliau mengatakan bahwa FKMTHI ini adalah organisasi yang berbasis akademisi dan keilmuan. Beliau juga berharap lebih intens adanya publikasi dan juga hasil karya ilmiyahnya supaya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Acara ini dibuka oleh bapak Walikota Banjarmasin yaitu H. Ibnu Sina dan diakhiri dengan do’a oleh Dr. Ihsan Arif, M.ag


Banjarmasin, 16/07/2018


Minggu, 01 Juli 2018

Kisah Nyata "Gadis Yang Menggetarkan"


Wanita Yang Menggetarkan Malaikat

Bergetar Gus Hasan melihat gadis tesebut entah ada apa dengannya. Tetapi keyakinannya mengatakan gadis tersebut adalah gadis yang shalihah, tidak biasa memang Gus Hasan bergetar seperti itu, karena biasanya ketika melihat perempuan hanya sekedarnya saja, tetapi kali ini beda “kata Hatinya”. Gus hasan adalah putra seorang kiyai besar di jawa timur yang mempunyai pesantren dengan beribu santri dan juga mempunyai (YASIN) Jam’iyYAh SIma’an Nusantara.

Namanya Ahmad Hasan Muntaha yang akrab dengan panggilan “Gus Hasan”, putra dari KH. Ahmad Muntaha pemilik pesantren Al-Fauz di Kediri. Dalam pertemuannya yang ke-tiga dengan gadis yang belum diketahui namanya itu membuat Gus Hasan semakin yakin untuk mempersuntingnya, karena kekuatan firasat hatinya tersebut Beliau meminta tolong kepada salah seorang santrinya untuk mencaritahu dan mengorek informasi tentang gadis tersebut. Setelah berlalu dua bulan diketahui bahwa dia bukan keturunan seorang Kiyai atau mempunyai nasab istimewa apapun, hanya saja dia masih nyantri disalah satu pesantren dikediri juga, dia bernama “Nurul Arifah Hilda”.

Bagaimanapun keadaannya, tetapi Gus hasan telah mantap dan yakin bahwa dia adalah wanita yang shalihah. Gus Hasan penasaran apa yang membuat gadis tersebut istimewa, apa amalannya dan lain sebagainya. Singkat cerita Gus Hasan Sowan ke Ndalem Kiyai dimana Ning Hilda nyantri disana untuk meminta Ning Hilda dari Kiyai tersebut.


Atas restu dari Kiyai, Gus Hasan Sowan ke orang tua kandungnya meminta izin untuk mempersunting gadis pujaan hatinya tersebut. Setelah berumah tangga beberapa lama, Gus Hasan mulai menelisik apa yang membuat istrinya istimewa sejak awal pertama berjumpa.

Dari berbagai percakapan harian keluarga Gus Hasan dengan Istri tercintanya, Gus Hasan Tahu betapa pedih perjuangan istrinya dulu. Istrinya tidak dibiyayai untuk mesantren tetapi dia nekat dengan modal restu saja dari orang tuanya. Istrinya nekat pergi mengabdi kepada Kiyai untuk menuntut ilmu dan Ngalab Berkah dari Kiyai. Selama menjadi santri dan abdi Ndalem dia selalu berpuasa, setiap pagi pergi kesawah Kiyai dan pulang disiang hari untuk mengaji. Enam Tahun penuh dia berpuasa dan tidak pernah absen bangun malam.



Dia menghafal berbagai pelajaran ditengah derai tangisnya saat santriwati lain terlelap, dia sudah terlebih dahulu mengadu kepada Rabb-nya saat yang lain belum bangun, dia berhasil menjemput Fadhal rabb-nya menghatamkan Al-Qur’an di tahun ke-tiga Nyantri. Dengan hujan air mata dia mensyukuri itu semua. cukup makan satu kali diwaktu berbuka dan sebagai makanan sahurya. selama enam tahun lamanya dia cukup sahur dengan air putih, sesekali memakan sisa makanan santri yang malam hari dapat undangan hajatan. Dia melakukan itu semua atas nama Riyadhoh dan Syukur atas karunia dari Tuhan-nya.

Pantas saja engkau begitu mulia istriku “Ucap Gus Hasan”. Betapa besar pengorbanan hidupmu, betapa berat Riyadhohmu dan itu sama sekali tidak mengganggu belajarmu, mungkin engkau hanya tidur tiga sampai empat jam saja sehari untuk menjalani hari-harimu yang berat.
Lalu bagaimanakah kita para santri saat ini? Masihkah kita mementingkan riyadhoh dan melatih diri kita? Atau mungkin justru terlena dengan kemajuan tekhmologi canggih yang kita hadapi, kita justru banyak menghadap Gadget daripada menggenggam Mushaf kita....

Cerita ini diilhami dari kisah nyata, semoga kita dapat memetik hikmah dari peristiwa diatas.. amin.....