Kamis, 09 Januari 2020

Engkau Zulaikha-ku




Bermula dari dekat dengan bundamu
Hingga akhirnya takdir mengharuskan kita dekat
Dengan kedekatan yang entah seperti apa
Dekatnya tuan putri pada sahayanya
Hampir sama kisah Yusuf Zalikha
Membuat yusuf mendekap dipenjara
Akupun demikian,
Mendekap dipenjara moral sekian lama
Membuatku delusi meski kini telah sirna

Sebuah pelajaran amat sangat berharga
Jangan asal-asalan melabuhkan hati
Pada yang bukan dermagamu
Melihatlah bagaimana seharusnya
Cinta terbangun atas dasar setara
Sebagaimana ajaran rasul kita

Kini jarak telah pisahkan kita
Engkau dengan hidupmu dan aku pada suka cintaku
Aku ikhlas atas semua yang telah terjadi
Harapanku engkaupun begitu
Biarkan takdir berjalan sebagaimana mestinya
Hidup tetap harus berjalan
Dengan atau tanpa kebersamaan kita

Maafkan daku

Harapanku Untukmu,-


   Harapanku,


Mengenalmu hal terindah dalam hidupku
Melihatmu hal yang menanangkan hatiku, meski aku tak tahu itu kamu
Menyapamu kebahagiaanku, meski tiada keberanian melakukannya
Mencintaimu harapanku, walau entah bagaimana kamu
Menjadikanmu Khadijah dalam hidupku inginku, walau entah bagaimana dirimu

Nalar Naluriku ingin ku bangun denganmu
Apakah engkau punya naluri yang sama
Atau justru kau akan mendatangi istana lain
Jika bersamaku kita akan bangun istana bersama
Bukan engkau aku jemput untuk sebuah istana
Aku juga tak akan menjemput tuan putri dari istana
Melainkan meminang putri untuk diajak membangun istana bersama

Apakah harus kita mulai dengan bercanda
Cara-cara klasik pedekate cinta
Atau cukup satu nama Ta’ruf
Cara cinta modern ala anak-anak hijrah

Kutunggu momentum tepat untuk mengungkapkannya
Atau ku tunggu kode etik para pecinta
Entah apakah engkau merasa atau justru mati rasa

23.21 Bayt al-Qur’an, 21/08/18

Lat Post ... 

Resume Kajian Tafsir Asy-Sya’rawi


Resume Kajian Tafsir Asy-Sya’rawi oleh:
KH. Dr. Ahmad Husnul Hakim, IMZI, MA.

Maaf Foto Hanya sebagai Pemanis, itu Teman-teman JHQ
PTIQ - IIQ angkatan 2016

Ada yang istimewa di hari sabtu bagi mahasiswa di area pondok cabe, ciputat dan sekitarnya. Pasalnya ada banyak jadwal kajian yang bisa diikuti, lebih istimewanya lagi, berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) bukan dari teman-teman yang hanya mengaku ahlus sunnah. Bukan wilayahku untuk kritik mengkritik...hehe
Diantara jadwal Kajian itu adalah Jum’at Malam sabtu ada kajian Kitab Tafsir Sya’rawi yang diampu oleh Kiyai pesantren eLSiQ (Lingkar Study Ilmu Qur’an) bertempat di Perum Wisma Mas Pondok Cabe. Dilanjutkan dengan pagi harinya dengan kajian Dhuha kitab yang sama dan juga pengampu yang sama yaitu Abah Husnul Bertempat di Masjid Bayt al-Qur’an Perum. Southcity, Jl. Southcity Selatan. Dilanjutkan dengan kajian bernuansa Islam Nusantara di INC (Islamic Nusantara Center) dengan dua sesi, yaitu sesi sebelum dzuhur dan seusai Dzuhur beralamatkan di Wisma UIN Syarif Hidayatullah. Dilanjut dengan kajian Fikih di masjid Bayt Qur’an setelah magrib lalu kajian Risalah Ahlus Sunnah setelah Isya’, pokoknya kalau kita ikutin semua akan menjadi manusia sok sibuk di hari libur deh...hehehe
Yang ingin kami resumkan hanya kajian Dhuhanya saja, hehe
Di sabtu ini kami masih berkutat dengan Tafsiran Syaikh Sya’rawi di ayat yang ke-empat surat al-fatihah. “Maaliki Yaumiddiin”. Diminggu yang lalu kita di suguhkan dengan pertanyaan seseorang kepada Syaikh dengan pertanyaan: “aku ingin tahu, apakah aku ini termasuk orang ahli dunia atau ahli akhirat?” lalu Syaikh tersebut menjawab, “Timbangannya adalah ada pada dirimu sendiri” lalu pemuda itu bertanya kembali. “bagaimana caranya?” lalu di jawab oleh Syaikh “Jika datang kepadamu orang yang meminta Shadaqoh kamu lebih suka dibandingkan dengan orang yang datang kepadamu membawa harta.” Maka kau termasuk orang ahli akhirat. Ini bisa kita logika karena harta yang sesunguhnya milik kita adalah harta yang kita infakkan. Yang akan tetap kita nikmati hingga di akhirat kelak.
Di pagi ini, abah menjelaskan bahwa cara melihat ada dua: yaitu melihat dengan mata dan melihat dengan hati. Pandangan mata untuk melihat materi, sedang pandangan hati adalah untuk melihat dalam pandangan koridor iman. Pandangan mata tidak perlu di percayai karena memang sudah jelas. Tetapi pandangan hati harus di imani karena ada hal-hal ghaib yang bisa kita saksikan.
Seseorang yang mempunyai pandangan hati, jika mebaca ayat-ayat tentang kebahagiaan dan surga maka dia akan bergembira karena melihat kebahagiaan orang yang menghuninya. Begitu pula ketika membaca ayat adzab, maka akan bergetar hatinya karena ketakutannya. Sebagaimana QS. Az-Zumar 23.

تقشعرّ منه جلود الذين يخشون ربّهم
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya.
Disini juga dicantumkan Riwayat yag menceritakan tentang Jibril yang mengajarkan kepada para sahabat: Rasul bersabda “Hendaklah kalian menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, jika kalihat tidak melihatnya maka Allah pasti melihatmu”. Ini adalah sebagai acuan pandangan seorang mukmin dalam melihat segala hal.
Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. Bertemu salah seorang sahabat yang bernama Harist. Beliau bertanya: “bagaimana kabarmu hari ini?”. Harist menjawab; “Baik dan saya tetap beriman”. Rasul berkata: “apa indikasi imanmu?” Harist menjawab; “saya menghindardari dunia, bermunajat di malam hari, berpuasa di siangnya. Seolah-olah sedang melihat Arsy Allah, dan seolah melihat ahli surga dengan keindahan bercengkrama para penghuninnya. Dan melihat ahli neraka sedang menjerit”. Rasul berkata: “wahai Harist, kamu telah mengetahui maka Konsistenlah”.
Di tengah-tengah penjelasan beliau menjelaskan bahwa seorang Ahli Qur’an (Orang yang hafal Al-Qur’an) harus selalu setia dengan istri pertamanya itu, karena dia adalah pencemburu. Al-Qur’an itu sendiri maksudnya. Kita harus selalu “Muroqobah, Mujahadah dan Mu’aqobah” kita harus selalu bertekad kuat, menjalankan tekad itu dan menghukum diri sendiri jika terlewat.
Kita juga dapat melihat firman Allah QS. Al-Fil ayat pertama “ألم تر  apakah kamu tidak melihat? Ayat ini biasa dibuat menyerang al-Qur’an oleh para orientalis. Bagaimana mungkin Nabi melihat? Sedang nabi dilahirkan ditahun itu juga. Jika ayat tersebut “ألم تعلم” apakah kamu tahu? maka ini mungkin saja. karena tahu, bisa jadi diberi tahu oleh orang lain atau belajar dari orang yang lain. Begitu penuturan Orientalis. Ini tidak dapat diterima karena melihat disini adalah melihat dengan pandangan iman. Bukan wilayah melihat materi. Begitu juga orang mukmin yang membaca ayat ini hendaknya melihat dengan pandangan iman, karena pandangan mata mungkin saja menipu tetapi pandangan hati sangatlah otentik dan jujur.
Wallahu A’lam.....
Sekian dulu teman-teman, sudah malam.hehe -) kalau ada kritik atau saran boleh langsung komen dibawah atau privat chat juga gak apa. Terima kasih deh....
Semoga bermanfaat.........................
Maaf,  Lat Post... 

Rabu, 08 Januari 2020

Tahfidz dan Sucinya Hati

in Frame : Ust. Rohim kakak-kakak PKM (Program Kader Mufassir)
Pusat Studi Al-Qur'an



Menghafal merupakan budaya yang sedang menjamur akhir-akhir ini, terlebih di indonesia. Ini ditunjukkan dengan banyaknya pertumbuhan pesanten tahfidz dan juga rumah-rumah tahfidz di indonesia saat ini. 

Aktifitas menghafal ini atau lebih dikenal dengan istilah –tahfidz- adalah aktifitas menghafal ayat-ayat al-Qur’an baik secara individu maupun kolektif. Biasanya dalam proses menghafal dibutuhkan Murobbi atau seorang guru untuk menyimak hafalan tersebut, ayat per ayat, halaman per halaman, juz per juz, hingga akhir capaian dari hafalan yaitu selesai 30 Juz dengan Mutqin. Guru atau Syaikh yang diperlukan dalam dunia menghafal adalah seorang syaikh yang benar-benar mempunyai sanad bacaan muttashil hingga Rasulillah Saw, untuk memastikan bahwa bacaan penghafal adalah benar sesuai riwayat bacaan dari gurunya hingga ke Rasul.

Tetapi apakah menghafal Al-Qur’an sama dengan menghafal yang lain? Hanya sekedar hafal saat setor (membaca hafalan didepan guru) setelah itu di lupakan? Ternyata tidak, menghafalkan Al-Qur’an justru sesuatu yang sangat tidak mudah, karena mempunyai kewajiban menjaganya hingga kelak ke surga. Senada dengan hal itu terdapat sabda Nabi Muhammad Saw.

تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ الإِبِلِ فِى عُقُلِهَا

Artinya : jagalah (hafalan) Al-Qur’an, demi zat yang jiwa saya berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya Al-Qur’an itu sangat cepat terlepas (lupa) melebihi lepasnya unta dari ikatannya.

Menghafal Al-Qur;an itu hukumnya Fardhu Kifayah, tetapi menjaga hafalan Al-Qur’an hukumnya Fardhu ‘Ain, jika kita telah merelakan diri kita untuk menghafalkan Al-Qur’an maka siap tidak siap harus mau menjaga hafalan tersebut. Yang disebut Hafidzul Qur’an bukanlah orang yang pernah menghafalkan Al-Qur’an tetapi orang yang istiqamah menjaga hafalan Al-Qur’an-nya.

Al-Qur’an adalah induk segala ilmu, dan kita tahu bahwa terdapat kisah Imam Syafi’i yang mengadu buruknya hafalan kepada Gurunya, Imam Waqi’. Dan gurunya memberikan nasehat bahwa “العلم نور, ونور الله لا يهدى للعاصي” ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang bermaksiat.

Oleh karena itu, jika ingin di mudahkan dalam mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an seyogyanya seorang santri / Thullab senantiasa menjaga dirinya dari aneka maksiat. Semoga Allah selalu membimbing dan memberikan kemudahan kepada kita untuk mempelajari Al-Qur’an.


AM