Senin, 18 Juni 2018

Kenangan Indah Dev Tahfidz JHQ



Kenangan indah devisi tahfidz JHQ


Jam’iyyah Hafazhah Al-Qur’an (JHQ) adalah keluarga penghafal Al-Qur’an mahasiswa IPTIQ dan IIQ jakarta yang berasal dari daerah Jateng. Organisasi ini telah berdiri selama 33 tahun yang lalu oleh para senior IPTIQ dan IIQ yang berasal dari Jateng.



Dev Tahfidz Jam’iyyah Hafazhah Al-Qur’an terbentuk karena memang sebagai bagian dari susunan kepengurusan JHQ itu sendiri. Adapun kepengurusan masa bakti 2017-2018 dibawah pimpinan bu Aghni Apiyani kamilah yang menjadi penanggung jawabnya. Dev Tahfidz ini terdiri dari beberapa anggota diantaranya: saya sendiri, kang Zuhri, kang Ali M, kang Dedi, mba Labiq, mba Rizqy, mba Kuni, mba Nadhif dan mba Uswah.


Kami anggota Dev Tahfidz mempunyai perjalanan yang indah dan mengesankan, terutama bagi pribadi penulis sendiri. Perjalanan kami dimulai sejak kami dilantik di Masjid At-Taqwa Pondok Pinang, dari situ kami menyelenggarakan beberapa hal yang menjadi konsen tanggung jawab kami, yaitu menciptakan efen-efen khataman dan program yang lainnya.

Dalam berbagai efen tersebut kami upayakan supaya tidak Cuma khataman tetapi kita juga mendapatkan berbagai motivasi dari Shahibul Bayt-nya yang tidak lain adalah para pendahulu kita. Diantara berbagai efen yang berhasil kami partisipasikan khataman didalamnya diantaranya adalah :

1.      Acara Pelantikan Pengurus Masa Bakti 2017-2018
Meski belum resmi kami dilantik sebagai Dev Tahfidz, kami telah berpatisipasi menyelenggarakan khataman dalam acara pelantikan tersebut.


2.      Acara Maulid dan Harlah JHQ-33
Efen berikutnya yang kami ikut berpartisipasi didalamnya adalah acara Peringatan Maulid Nabi dan Harlah JHQ yang ke-33. Disana dibacakan Al-Qur’an 30 juz sebelum acara inti peringatan tersebut. Info secara lengkap baca di: http://www.kabarjhq.com/2017/12/harlah-jhq-ke-33-dihadiri-para-qari.html


3.      Silaturrahim ke Bapak Fuad Falahuddin
Alhamdulillah kami juga bisa bersilaturrahim dirumah para senior JHQ yang kemudian kami namai “Silaturrahim Qur’ani” selain mengaji di ndalem beliau kami juga Ngangsu Kaweruh (menuntut ilmu) adapun mengenai nasehat-nasehat dan ilmu yang didapat dari beliau bisa dibaca di: http://www.kabarjhq.com/2018/01/kh-fuad-apresiasi-semaan-bulanan-perdana.html




4.      Silaturrahim ke Bapak Fathul Amam
Silaturrahim Qur’ani berikutnya bertempat di ndalem pak Fathul Amam, senior JHQ yang pernah menjuarai MTQ Nasional. Disana kita juga mendapatkan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat dan memacu motivasi kami untuk selalu menempa diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. Selengkapnya baca: http://www.kabarjhq.com/2018/02/mewarnai-masyarakat-dengan-al-quran.html




5.      Silaturrahim ke Bapak Shofyan Hadi
Acara ini terselenggara tanggal 25-Maret-2017. Selain senior JHQ beliau juga sebagai Dosen IPTIQ, beliau juga pernah menjuarai MTQ Internasional di Arab Saudi dan juga sebagai kepala dosen keagamaan di UNPAM, dari beliau kami banyak belajar bagaimana sukses tahfidz dan sukses akademik, apa yang menjadi motivasi kita bersama. Meski diawal sempat pesimis karena sampai jam 09:00 masih sepi dan akhirnya saya nekat mengawalinya, namun bersyukur sekali karena ternyata banyak kawan-kawan yang dapat hadir..hehe makasih....




6.      Acara Peringatan Isra’ Mi’raj
Acara ini terselenggara atas kerja sama JHQ dan masjid Istiqomah Serua ciputat. Acara ini sangat berkesan bagi kami anggota JHQ, bagaimana tidak? Biasanya hanya disimak kawan-kawan saja tetapi didalam acara tersebut kita disimak oleh masyarakat luas. Banyak hikmah yang kami dapat dari kerja sama tersebut, mulai dari bagaimana bermasyarakat, dan bagaimana kerjasama yang apik. bisa di baca di http://www.kabarjhq.com/2018/04/jhq-akan-gelar-festival-anak-sholeh.html


Selain mengadakan khataman sebagaimana di sebutkan diatas, kami juga mengadakan Mujahadah Mingguan untuk putri, karena teman-teman putri relatif lebih lama di asramanya sehingga lebih mudah ketika mengadakan acara bersama.

Selanjutnya kami juga mengumpulkan beberapa motivasi tahfidz yang di share setiap harinya, baik dari kami pribadi maupun dari kalam-kalam ulama’. Meski tidak berjalan lebih dari lima puluh kalam tetapi paling tidak bisa sebagai acuan Dev Tahfidz berikutnya jika ingin melakukan hal yang sama.


Banyak sekali sektor-sektor yang bisa digarap Dev Tahfidz sebetulnya, Mulai dari pendampingan tahfidz, pelatihan mebaca Al-Qur’an, diskusi tajwid dan qira’at dan lain sebagainya, tetapi karena keterbatasan kemampuan kami dan juga keterbatasan waktu, maka hal tersebut belum mapu terwujudkan. Semoga bisa di wujudkan oleh Dev Tahfidz berikutnya, karena Ciri khas dan Koor Kompetensi JHQ adalah Al-Qur’an-nya itu sendiri.

Kami berterima kasih sekali kepada bu Aghni yang telah mempercayakan hal yang berat ini kepada kami, kami yakin dalam usaha maksimal kami tetap saja terdapat kekurangan, karena “Tak ada gading yang tak retak” tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami atas nama Dev Tahfidz meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, baik kepada para senior, Bu Ketum, dulur-dulur devisi yang lain dan kepada semua anggota JHQ, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, dan harapannya semoga kedepannya bisa lebih baik.

Saya pribadi mungkin merasa sudah maksimal mengemban amanah ini meskipun banyak kekurangan disana-sini, saya atas nama pribadi meminta maaf kepada teman-teman anggota Dev Tahfidz jika dalam kerja sama yang kita jalin selama ini saya kurang maksimal, mengjengkelkan, atau bahkan sok peduli dan lain sebagainya. Sekali lagi saya minta maaf. begitu pula jika kalian ada kekhilafan saya sudah memaafkan sebelum kesalahan itu terjadi.

Akhir kata, bagaimanapun perjuangan akan tetap mengalir pahalanya jika ada yang melanjutkan tongkat estafet perjuangan tersebut, selama tongkat perjuangan itu masih dibawa maka selama itu pula kami akan mendapat cipratan pahalanya. Jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan, diskusi atau apapun tentang perjuangan ini, karena kita berjuang untuk kita dan juga JHQ kita tercinta. Semoga apa yang kita perjuangkan dicatat sebagai amal shalih, amin.....

 maaf masih prematur, insyaallah akan disempurnakan setelah mendapat Fhoto-fhoto yang lain. temen-temen bisa send your best picture to: Munthahaahmad93@gmail.com

Sabtu, 16 Juni 2018

Rindu Kampung Halaman




Tangisan rindu bumi Pertiwi....

Mungkin kau lihat aku menengguk madu bahagia,
berhiaskan rajutan sutra

tapi ketahuilah hati ini selalu di sana
Kota tercinta sejuta pesona

disana aku di tempa
dari nadir terendah menuju mulia
di yakinkan gapai cita sebelum cinta

Kotaku tercinta,
disana ayah ibuku berada,
disana keluarga setia,
inginku selalu bersua,
tapi jarak menghalangi kita
semoga bisa kembali bersama,
merajut cita, meramu cinta
Berjuang bersama di persada bunda

Oh bumi Pertiwi, ijinkan aku menempa diri,
Berharap didikan suci,
Bekal nan abadi

العلم نور



Ilmu....




Pengetahuan tiada henti,
Anugerah Ilahi,
Sebagai penghias diri,

Ilmu juga di sebut Nur
Di mulai huruf nun,
Diambil dari Kalam Kudus Ilahi,
Nun pertama kali Ar-rohmani, (maha mengasihi)
Dan nun terakhir nya An-naasi, (manusiawi​)

Begitu pula Setiap pribadi,
Punya dua unsur tadi,
Ar-rohmani juga an-naasi,
Atau Ruchul insany dan Nafsul chayawani,

Seharusnya,
Ilmu itu semakin meningkatkan imani,
Mendekatkan sang ilahi,
Sebagai media mengasihi,
Manifestasi dari ar-rohmani,
Bukan memperkaya diri,
Terpana tujuan an-naasi,

Jangan karena ilmu,
Ingin kuasai sesuatu,
Tetapi karena ilmu,
Kasihilah sesamamu,

Kamis, 14 Juni 2018


Sekelumit tentang cinta orang tua terhadap anak

@Irkham, cak mun, ibu, adek, ayah, Ubay....
Fhoto ini diambil ketika kami silaturrahim kerumah teman kami "Anas Munaji" dalam rangkaian acara Touring JHQ-16...heehee

Cinta pada hakikatnya adalah “dialog antara dua Aku”. Karena itu, cinta orang tua kepada anaknya bukanlah upaya orang tua menjadikan anaknnya seperti sang ayah/ibu, tetapi ia adalah upaya menjadikan anak memiliki kepribadian tersendiri sehingga pada akhirnya wujud “Aku” yang lain yang berdialog dengan “Aku” sang ayah atau ibu. Desakan dari orang tua untuk menjadikan anaknya sebagai kelanjutan dari kepribadian orang tua atau duplikatnya, desakan itu, bukan cerminan dari kuat dan sempurnanya cinta tapi lebih wajardi nilai “lemah dan kekanak-kanakannya cinta”, karena yang bersangkutan tidak dapat mencitai kecuali dirinya sendiri, dan ini adalah cerminan dari anak-anak yang enggan berbagi. Itu sebabnya agama –sejak dini- menganjurkan agar orang tua mewujudkan kepribadian anak. Sehingga sang anak merasa sebagai salah seorang anggota keluarga yang mempunyai peranan dan tanggung jawab.

Berkaitan dengan pendidikan anak pula sayyidina Ali ra berkata. “didiklah anak-anakmu, (dengan pendidikan yang sesuai) karena mereka itu diciptakan untuk masa yang berbeda dengan masamu”.

Karena itu pula Nabi Saw mengingatkan bahwa: “Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya agar berbakti kepadanya”. Beliau ditanyai oleh para sahabatnya: “bagaimana orang tua membantunya ya Rasul?”. Rasul Saw menjawab: “dia menerima dengan baik yang mudah bagi anaknya, tidak memberatkannya, dan tidak juga memaki atau menghinanya”.

Orang bijak berpesan: jika anakmu durhaka, jangan maki atau do’akan dia dengan kebinasaan, tapi do’akan semoga allah memberinya petunjuk.

Dan juga jangan pernah mengecilkan nyali seorang anak, dengan mengatakan “hallah, kamu itu bisa apa?”, atau hal-hal yang senada dengan itu, karena disamping omongan orang tua terhadap anaknya adalah do’a, hal itu dapat juga mempengaruhi psikologi seorang anak, anak akan berkecil hati jika ada orang yang meragukan dirinya, apalagi jika yang meragukan itu orang tuanya sendiri. Justru baiknya orang tua itu selalu memotivasi sang anak dan berhusnuzzan padanya, selalu memuji dengan pujian yang sekiranya dengan pujian itu sang anak akan lebih percaya diri (meskipun sang anak tidak mengharapkan pujian itu), dan kemudian sang anak akan bangkit karena merasa diberi kepercayaan oleh orang tuanya.

“Bakti kepada orang tua yang diperintahkan dalam agama islam adalah bersifat sopan santun terhadap keduanya dalam ucapa dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita(sebagai anak, serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak). Tidak termasuk kewajiban berbakti kepadanya sampai mencabut kemerdekaan dan kebebasan pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut pribadi sang anak, agama atau negaranya. Jadi apabila orang tua memaksakan pendapatnya menyangkut kegiatan-kegiatan anak, maka bukanlah bagian dari perbuatan baik atau bakti menurut agama meninggalkan apa yang anak nilai kemaslahatan yang umum atau khusus dengan mengikuti pendapat mereka, begitu pula sebaliknya. Karena kebaktian dan kebajikan, tidak mewajibkan tercabutnya hak-hak pribadi.“

Demikianlah kurang lebih Muhammad rasyid ridha pakar tafsir ternama dari mesir menyimpulkan tafsiran birrul walidain dalam Q.S An-Nisa’ 36 yang di tulis dalam bukunya M. Quraish Shihab yang berjudul “Birrul walidain”.

Orang tua harus ingat bahwa kewajiban anak berbakti kepadanya tidak berarti tercabutnya kebebasan dan hak-hak pribadi sang anak. Sungguh indah dan tepat nasehat puitis Kahlil Gibran ketika menasehati sang ibu, antara lain:

Anakmu bukan anakmu
Mereka putra sang hidup yang rindu dirinya
Lewat engkau mereka lahir,
Bukan dari engkau
Mereka ada padamu,
Tapi bukan milikmu
Beri mereka kasih sayang,
Tapi jangan suapi pikiranmu
Kau boleh menyerupai mereka
Tapi jangan paksa mereka menyerupaimu.

Engkau dapat berusaha menyerupai mereka, tapi jangan membuat mereka menyerupaimu, karena kehidupan tidak pernah berjalan mundur, tidak juga tenggelam di masa lampau.

Ini tidak berarti sang anak tidak boleh di arahkan untuk mengikuti leluhurnya, sama sekali tidak! Apa lagi leluhurnya itu orang-orang yang mulia. Tapi caranya yang berbeda, cara di zaman dahulu ketika orang tuanya masih muda dengan zaman sekarang itu berbeda. Bukankah kita ketahui, bahwa perubahan adalah “Sunnah Kehidupan“, jadi cara orang tua zaman sekarang harus mengetahui keadaan dan juga bagaimana karakter dan sifat sang anak. Yang itu aku yakin Umi lebih faham karena itu anak-anak Umi, daripada aku yang orang lain.

Sungguh indah kata prof. Quraish dalam pengantar salah satu bukunya untuk menasehati salah satu anaknya:

“setiap detik yang berlalu, setiap nafas yang engkau hembuskan, engkau selalu menjadi perhatian Kami, dan setiap pelukan pada jasadmu yang mungil, Kami –Beliau dan Istri- merasa bahwa Engkau adalah milik Kami; milik Kami saja. Tetapi ketika Engkau pandai menggelengkan kepala atau pandai mengatakan “Tidak!”Kami sadar bahwa Engkau bukanlah milik Kami.Tetapi engkau milik Allah yang diamanatkan kepada Kami, diamanatkan agar Engkau datang bersimpuh kepada-Nya”.

Masih kata beliau, “anakku, tidak ada hak Kami memaksamu mengabdi kepada Kami, lebih-lebih jika –pengabdian itu– bertentangan dengan kehendak Pemilikmu.Bahkan, tidak hak Kami untuk memaksakan keinginan Kami jika itu berbeda dengan keinginanmu yang tidak bertentangan dengan tuntunan-Nya.Kami sadar bahwa Engkau mempunyai kecenderungan sesuai kepribadianmu dan Kami sebagai orang tua hanya berkewajiban menemukan, lalu mengarahkannya, agar tumbuh kembang menuju Tuhan yang memilikimu.”

Semua orang tua mendambakan anaknya untuk sukses, tetapi tidak semua orang tua mampu mengantar anaknya menuju tangga sukses, semua orang tua mencintai anaknya, tapi tidak semua orang tua berhasil menyalurkan cintanya dengan benar.

Memang orang tua tidak harus mengetahui teori-teori pendidikan agar sukses dalam mendidik. Apalagi menerapkan teori-teori itu pada anak yang dicintainya tidak semudah menerapkannya pada anak orang lain, oleh sebab itu menurut hemat saya (yang posisinya sebagai seorang anak), komunikasi antara anak dan orang tua haruslah terjalin dengan baik, sehingga dari situ dapat diharapkan untuk saling mengerti dan tidak mementingkan egonya masing-masing. 

Dengan demikian anak dapat memperoleh apa yang di inginkannya yang tidak berlawanan dengan kehendak pemilik-Nya, dan orang tua juga bisa mengarahkan dengan baik karena jalan diskusi tadi. Tidak akan diperoleh banyak kesepakatan atau sedikit sekali kesepakatan di dapat dengan tanpa diskusi atau jalan paksaan. Apalagi di era zaman sekarang.



Semoga apa yang dicoretkan bermanfaat bagi penulis dan pembaca seluruhnya. kurang lebihnya mohon maaf yang banyak... Wallaahu A'lam.......

curhatan seorang anak


Rahasia Hati Untuk Umi



@anas, Irkham, Ubay, cak mun. 
ibunya mba hesti, mba hesti. fhoto ini tidak ada kaitannya atas tulisannya, fhoto ini diambil dalam rangka acara Touring JHQ-16 dan mampir di Purwokerto...... nama dalam tulisan ini adalah nama samaran.....hehehe

Arfan sedikit kecewa karena ketika Arfan dingendikani Umi, Arfan nyuwun Ning Mella supaya diikut sertakan untuk mendengarkan supaya sama-sama mendengarnya tapi tidak di ijinkan oleh Umi, (yang mungkin ada sebab yang aku tidak tahu). Bukankah dalam pengadilan di Indonesia ini jika ada seseorang yang terlibat dalam masalah, orang tersebut akan di panggil semua, itu adalah supaya mendapatkan klarifikasi dari bebagai pihak dan menemukan kejelasan. Dan agaknya semua pengadilan di penjuru dunia juga demikian.

Semoga coretanku ini tidak menyakiti hati Umi, karena sama sekali tidak terbesit dalam hatipun untuk menyakiti hati Umi. Aku tahu pasti Umi lebih pandai lebih pintar dan lebih banyak pengalamannya dibandingkan dengan Arfan yang notabenenya anak bau kencur atau anak kemarin sore. Tetapi tidak ada salahnya untuk kita mengamalkan kandungan surat al-ashr yaitu untuk saling ingat mengingatkan (Q.S Al-Ashr : 03) supaya kita tidak termasuk al-khusr yaitu orang-orang yang merugi, sebagaimana Umi selalu mengingatkan putri-putri Umi juga mengingatkan Arfan tentunya dalam beberapa kesempatan, kandungan ayat tersebut tidak di sebutkan yang mengingatkan atau menasehati adalah harus orang yang lebih tua atau lebih ‘alim, jadi siapapun dia dan apapun kedudukannya mempunyai hak yang sama untuk ikut saling mengingatkan. sekalipun santri terhadap kiyainya (jika memang mungkin). Maka tidaklah salah pribahasa yang mengatakan bahwa “mutiara, sekalipun keluar dari mulut anjing maka itu tetap mutiara”.

Arfan tahu betapa sayang dan cintanya Umi kepada Ning Mella, tapi mungkin sayang dan cinta itu yang belum sepenuhnya dirasakan oleh putri kesayangan Umi tersebut. Bisa jadi Karena salah dalam memahami cinta dari kedua insan –Umi dan Ningnya- yang seharusnya saling mencintai dan menyayangi sebagai seaorang Ibu dan Putrinya itu. Arfan, sebagai orang yang tahu Umi dan juga kenal Ning Mella merasa perlu untuk menyampaikan sesuatu yang semoga dengan itu bisa membuat semuanya menjadi lebih baik.

Arfan tahu Mi, apa yang selalu Umi katakan ke Neng Mella agar dia mau untuk nurutin Umi dalam pesantren maupun yang lainnya –meskipun itu berupa paksaan ataupun tidak- yaitu adalah kata “birrul walidain” yang banyak sekali redaksi ayat dan juga hadist yang mewajibkannya. Salah satunya Q.S Al-isro’ 23, namun yang namanya birrul walidain tidak lantas menjadikan anak tidak boleh berbeda pendapat dengan orang tua. Tidak! Yang dilarangnya adalah bersikap kurang sopan kepada orang tua.Yang diperintahkannya adalah berbakti kepada beliau. Karena itu, jika perbedaan pendapat yang disampaikan dengan bahasa dan cara yang baik, maka itu sekali-sekali tidak terlarang oleh agama.


Wallaahu A'lam

Senin, 11 Juni 2018

kewajiban orang tua terhadap anak


Keharmonisan dalam kehidupan akan senantiasa terjaga jika tepat dalam penggunaan dalil-dalil agama, proporsional dan bukan dalam rangka membela diri. Dan akan sangat tidak harmonis jika penggunaan dalil tidak proporsional atau hanya sebagai tameng pembelaan bagi dirinya semata. Sebagai contoh dalam berumah tangga akan harmonis jika seorang istri mengetahui mana dalil yang seharusnya menjadi pegangan sang istri dan mana dalil yang harus diketahui sang suami. Misalnya tentang “ma akroman nisa illaa karim, wama ahanahunna illa la’iim” (tak ada yang menghargai perempuan kecuali orang yang mulia dan tak ada yang melecehkannya kecuali orang yang hina) dalil ini akan membuat kehidupan keluarga harmonis jika diterapkan oleh suami terhadap istrinya, dan akan terjadi ketimpangan jika dalil ini digunakan hanya sebagai pembela diri istri untuk dirinya sendiri.

Pun juga dalil tentang orang tua terhadap anaknya dan anak terhadap orang tuanya. Jika keduanya tahu tentang hak dan kewajibannya masing-masing, maka akan berjalan harmonis sebuah keluarga.

Tanpa seperti itu, tidak sedikit yang salah faham dan menganggap anak adalah sepenuhnya miliknya dan memperlakukan sekehendak hatinya, tanpa menyadari bahwa itu adalah titipan dari allah, sebagaimana titipan maka wajb menjaganya bagi yang di titipi itu.


@fhoto ini diambil dalam rangka acara Touring JHQ. ket. dari kiri. ina, zahro, husnul, ayahe mba zahro dan ibu, ubay, cak mun dan Anas.

Ada beberapa kewajiban orang tua terhadap anak yaitu:

pertama, memilihkan ibu yang baik, ada sebuah kisah. yaitu Umar ibn al-Khattab pernah di sowani seseorang dan mengadukan perihal anaknya yang bandel. Lalu ketika anaknya di hadapkan kepada Umar dia bertanya “apakah anak tidak memiliki hak atas orang tuanya?” maka umar pun menjawab “iya, ada. Satu, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memberikan nama yang baik dan mengajarkannya (mendidiknya) al-Qur’an.”

Kedua, memberi nama yang baik. Dalam pemberian nama, sangat dianjurkan memberikan nama yang baik karena kelak di akhirat semua orang akan di panggil dengan namanya. Dan nama yang paling baik dan paling disukai allah adalah abdullah, abdurrahman dsb. Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw :
إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ

Ketiga, memberi makanan yang halal. Karena kita tahu bahwa apa yang kita makan adalah sesuatu yang menjadi energi bagi kita untuk kita melakukan suatu pekerjaan. Maka barang siapa memakan yang halal, maka insyaallah akan di mudahkan langkahnya dalam ketaatan kepada allah swt. Dan jika makanan yang halal yang kita asupkan kepada anak dan keluarga kita maka insyaallah ketenangan dan ketentraman yang ada dalam keluarga.

Keempat, mengajarkan al-Qur’an. Salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajarkan akhlak dan juga agama.
أدبوا أولادكم على ثلاث خصال: حب نبيكم, وحب أهل بيته, وقراءة القران.

Selanjutnya adalah menikahkan sang anak ketika sudah saatnya. Sebagaimana di jelaskan dalam QS. An-Nur : 32.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (membina rumah tangga) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

Wallaahu a'lam......