Sabtu, 09 Mei 2020

“Nuzul al-Qur’an”


Kultum 17 Ramadhan 1441, “Nuzul al-Qur’an”

Dalam usia pernikahan Kanjeng Nabi Muhammad ke sepuluh, dia mengalami peristiwa yang besar yaitu persekutuan kepala-kepala suku yang berebut untuk memasang Hajar Aswad. Mereka bersepakat untuk menjadikan hakim mereka siapapun orang yang pertama kali memasuki masjid, Kanjeng Nabilah orang-orang yang mereka tunggu. Mereka menyerahkan masalah persekutuannya kepada Kanjeng Nabi, dengan kebijaksanaannya Nabi menggelar sorban dan meletakkan batu tersebut diatasnya dan mempersilahkan kepala suku tadi memegang ujungnya untuk didekatkaan ke tempat dimana hajar aswad itu akan dipasang, karena peristiwa tersebut Kanjeng Nabi mendapatkan julukan “al-Amin”.

Di usia-usia demikian beliau mengalami gundah atas apa yang terjadi kepada kaumnya, baik dari segi paganis, perampasan hak perempuan dan lain sebagainya. Karena kondisi tersebut beliau menyendiri atau yang sering kita kenal dengan istilah tahannust, untuk memikirkan kaumnya dan mencari jarak agar tidak terlalu sering mengalami langsung hiruk pikuk kehidupan tersebut yang dikenal dengan masa jahiliyyah.

Pada kondisi usia yang matang, yaitu empat puluh tahun[1] beliau menerima wahyu yang pertama saat beliau bertahannust di Gua Hira. Malaikat Jibril datang menemui beliau dan memerintahkan kepadanya “Bacalah!” “aku tidak pandai membaca,” jawab Kanjeng Nabi. Lalu Jibril memeluknya hingga Kanjeng Nabi mengalami kepayahan yang sangat, hal itu terulang sebanyak tiga kali. Kali ke empat malaikat jibril membacakan Q.S al-‘Alaq 1-5, ayat ini disepakati para ulama’ sebagai ayat yang pertama diterima oleh Kanjeng Nabi.


Seusai peristiwa tersebut beliau pulang menemui istrinya lalu berkata “selimuti aku,”. Setelah kepayahan itu berakhir, Kanjeng Nabi bercerita kepada istrinya dan istrinya menguatkannya bahwa “Tidak, Demi Allah. Dia tidak akan pernah merendahkanmu, engkaulah orang yang akan menyatukan dan mempersaudarakan manusia, memikul beban penderitaan orang lain, bekerja untuk orang yang papa, menjamu tamu dan menolong orang-orang yang menderita demi kebenaran”.
Khadijah mengajaknya sowan ke rumah pamannya yaitu Waraqah bin Naufal, Waraqah adalah pengikut sekaligus seorang pendeta nasrani sekaligus penafsir bibel; taurat dan injil. Setelah mendengarkan cerita dari Kanjeng Nabi Muhammad dengan seksama, beliau mengatakan bahwa “Itulah Namua yang pernah datang kepada Nabi Musa as. Engkau pasti akan menjadi seorang utusan Tuhan. Kau akan di sakiti,di usir, di dustakan dan dibunuh. Andai kata aku masih hidup saat kaummu mengusirmu, aku akan membelamu”. “aku akan di bunuh?” kata Kanjeng Nabi. “Iya, tidak ada yang sanggup menjalani itu kecuali yang telah dipilih oleh Tuhan”.

Terkait tanggal terjadinya peristiwa tersebut yang selanjutnya kita sebut “Nuzul al-Qur’an” ulama’ berbeda pendapat, syaikh safiyyurrahman al-Mubarakfuri mengetakan hal tersebut terjadi pada tanggal 21 ramadhan, yang lain mengatakan tanggal 25, 27 dan 17 ramadhan, sedangkan tanggal 17 di dukung dengan Q.S al-Anfal :
إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ

Artinya : Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari furqan yaitu hari bertemunya dua pasukan.

Dan tanggal ini yang merupakan kesepakatan mayoritas, termasuk ulama-ulama indonesia. 
Dalam perjalanan waktu ada yang bertanya seperti pertanyaan kaum kafir quraisy di awal penurunan al-Qur’an, mengapa al-Qur’an harus diturunkan secara bertahap? Sikap mempertanyakan hal demikian (dahulu) merupakan sikap mengukur sumber turunnya teks. Karena mereka menyaksikan atau paling tidak mengetahui bahwa Nabi Musa menerima suhuf atau papan berisi kitab suci yang utuh.

Diantara alasan diturunkannya al-Qur’an secara bertaap yaitu :

  • Pemantapan Hati

Sebagaimana di jelaskan dalam Q.S al-Furqan 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا

Artinya : Berkatalah orang-orang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Tentunya pemantapan hati yang disinggung diatas mengindikasi bahwa kondisi penerima pertama yaitu Rasulullah ikut dipertimbangkan sebab proses komunikasi baginya amat sulit, karena kita tahu Kanjeng Nabi juga manusia biasa dan berbeda dengan malaikat, keduanya mempunyai dimensi yang berbeda.

Dan juga jika al-Qur’sn turun dalam setiap peristiwa maka hal tersebut akan lebih memantapkan hati dan lebih memberikan perhatian terhadap Raul. Dan hal ini mengharuskan malaikat sering turun kepadanya dan memperbaharui pertemuan dengannya dengan membawa risalah suci dari yang mahakuasa, kondisi demikian akan memberikan kegembiraan kepada Rasul yang tidak dapat di lukiskan.




  • Mengindikasikan adanya dialektika antara Teks dan Realitas


    1. Selanjutnya yang perlu kita ketahui tentang hikmah dari penurunan al-Qur’an secara bertahap selanjutnya adalah supaya kita mengetahui adanya dialektika antara teks (dalam hal ini al-Qur’an) dan realitas pada waktu al-Qur’an di turunkan. Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat. Diantara contohnya adalah kita mengetahui banyak ayat yang merespon peristiwa dalam masyarakat waktu itu dan juga menjawab pertanyaan yang di tanyakan kepada Nabi Muhammad. Hal ini yang belakangan kita dengan kenal dengan istilah “Asbabun Nuzul”.

      Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat.

      Contohnya Q.S al-Baqarah 189, salah satu kebiasaan bangsa arab waktu itu tidak mau memasuki rumah dari pintu depan setelah menunaikan ibadah haji atau pulang dari perjalanan jauh, mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang tabu, maka datanglah ayat tersebut sebagai pembatalan dari anggapan masyarakat waktu itu.

      Atau bisa juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh orang baik muslim maupun non muslim. Misalnya terkait cerita tentang orang quraisy yang menanyai Nabi Muhammad terkait roh, maka al-Qur’an menjawabnya dengan Q.S al-Isra’ 85.

      • Karena masih adanya Naskh dan Mansukh

      Kita mengetahui konsep dari Naskh dan Mansukh menuntut adanya ayat yang turun terlebih dahulu dan ayat yang datang belakangan sebagai ayat yang me-Naskh, hak ini tentu tidak bisa terlaksana jika al-Qur’an turun sekaligus dalam satu waktu.

      Tentu masih banyak hikmah-hikmah lainnya yang perlu kita pelajari terkait penurunan al-Qur’an yang bertahap, untuk mempertebal iman kita dan memahami pola al-Qur’an sejak turunnya sehingga memudahkan kita dalam interpretasi tafsir kelak.
      Kami memohon maaf jika terdapat kesalahan,
      AM



      [1] Sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an Q.S al-Ahqaf 15.

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar