Perjalanan waktu dari lulus pendidikan menengah atas hingga waktu
itu sudah berjalan enam tahun, tentu bukan waktu yang singkat untuk
direncanakan sebagai jeda anatara pendidikan menengah dengan kuliah. Tapi begitulah
kenyataannya, aku tidak menempuh jenjang pendidikan formal selama itu. Meski alhamdulillah
bisa menetap di pesantren -dan itu banyak menempa diri ini untuk menjadi
insan yang selalu memperbaiki diri- dan juga melakukan pendidikan non
formal seperti kursus dsb.
Di awal setelah kelulusan, aku telah di tawarin bapak untuk memilih
antara pesantren atau dunia intelektual formal yaitu kuliah. Waktu itu diriku
mantap menjawab pesantren dan tidak aku sesali hingga sekarang. Perjalanan waktu
begitu melenakan, tersadar sudah empat tahun terdampar di pesantren tahfidz
yang waktu pertama diantar bapak aku tak tahu di pesantren harus melakukan apa,
di iringi kepergianku dengan tangis bunda dan deraian air mata bapak juga saat
berpamitan pulang setelah mengantarkanku ke pesantren.
Merasa menjadi orang yang paling malang karena harus jauh dari
orang tua dan saudara, meski di kemudian hari akan terbiasa dengan lingkungan pesantren.
Lantunan murottal, latihan makhraj, setoran yai, tongkrongan senior, dan jam
wajib adalah hal yang ku rindukan kemudian hari. Setelah berjalan beberapa
hari, setelah melakukan penelitian, aku mengetahui bahwa ini pesantren tempat
menghafalkan Al-Qur’an, “aduh” kata hatiku. Tapi aku tak lantas
menyerah, aku akan menjalani sebisanya, toh aku juga pernah berkeinginan hafal
Al-Qur’an saat menyimak guru saya khataman bil Ghaib (membaca Al-Qur’an
tanpa melihat).
Hal yang agak aneh lagi ketika diawal nyantri, ternyata disana
tidak ada air matang ataupun galon. “Astagfirullah, piye ki carane ngumbe”.
Oke aku masih kuat, bathinku. Beberapa saat aku membutuhkan kamar mandi untuk
membersihkan sisa debu perjalanan, disitu aku melihat dengan nyata ada seorang
santri meminum air dari kran bahkan santri yang lain meminum juga dari bak
besar kamar mandi. Tanpa pikir panjang aku mengikuti cara mereka minum dan
masya Allah ada sedikit rasa sabun... hahaha yowes rapopo, ga mati kok....
Betapa pahitnya awal nyantriku, hehe... cerita yang lain, di
sekeliling pesantren ga ada yang kulihat jualan makanan, astagfirullah, aku
lapar. Mau tanya ga berani, waduh derita santri anyar nih... selama hampir dua
puluh empat jam nahan diri untuk ingin makan, karena ga berani tanya apalagi
untuk keluar.... di jam ke dua puluh satu alhamdulillah ada ibu-ibu menjajakan
makanannya di pelataran pondok yang kelak aku tahu teman-teman menamainya Bu
Gendong, mungkin karena dia membawa jajanannya dengan di gendong.
Teruntuk semua yang berjasa mengantarkan aku ke pesantren, semua
ustadz yang mengajariku di pesantren, teruntuk abah dan keluarga, semoga Allah
senantiasa mencurhkan Rahmat-Nya... Al-Fatihah
To Be Continue.... insya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar