Catatan Sowan Yai Syarif Rahmat,
Berawal dari niat mengundang beliau untuk mengisi Peringatan Maulid
di Masjid kami, kami berkesempatan sowan ke Ndalem beliau meskipun jadwal
beliau sudah padat dan tak bisa mampir di masjid kami, tapi tak apa
alhamdulillah mendapat beberapa pelajaran.
Mulai tentang tafsir Isyari hingga memperbincangkan keadaan negara,
kami akan menuliskan yang kami anggap pantas untuk dibagi saja. Beliau bercerita
bahwa beliau sedang menulis semacam catatan tafsir yang mengarah pada Isyari,
yang kadang tiba-tiba datang saat beliau entah dimana.
Salah satunya beliau menceritakan tentang ayat 27 Al-Qasas :
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى
ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ
أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ
سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Beliau menceritakan bahwa “إِنِّي
أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ” mengisyaratkan adanya
wali dalam pernikahan, wali tersebut yang menikahkan dengan kata “aku ingin
menikahkanmu”. Beliau bercerita mendapatkan isyarat tersebut ketika ditanya
imam besar Istiqlal tentang keresahannya marak nikah tanpa wali.
Adapun kata “أَن
تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ” menggambarkan adanya
mahar dalam pernikahan dan kalimat setelahnya mengisyaratkan kebaikan calon
pengantin untuk mengusahakan mahar terbaik “فَإِنْ
أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ”.
“وَمَا أُرِيدُ أَنْ
أَشُقَّ عَلَيْكَ” mengandung isyarat
bahwa calon mertua tidak diperbolehkan atau tidak dianjurkan untuk menuntut
kepada calon menantu. Tetapi dalam kalimat sebelumya dianjurkan calon pengantin
untuk mengusahakan mahar terbaik yang bisa dia usahakan. Dalam catatan lain “Calon pengantin hendaknya
mengusahakan mahara terbaik untuk istrinya, tetapi calon mertua seharusnya
tidak menuntut sesuatu yang dapat memberatkan calon pengantin pria.”
Obrolan kita tetap berlanjut hingga kemana-mana, diantaranya beliau
menjawab pertanyaan salah satu diantara kita bertiga. Cara memahamkan orang
awam yang terjangkit faham radikal itu justru tidak mudah, karena keawaman
mereka yang mereka jadikan standar, bahwa dia (yang dia anggap ulama’)
yang sering muncul di TV maka itu yang dia jadikan standar.
Massivnya kelompok sebelah yang berfaham beda dengana kita
disebabkan salah satunya karena diamnya orang yang mumpuni, dalam bahasa Gus
Baha’ kita harus lebih massiv dari mereka jika pemikiran atau keyakinan
kebenaran kita ingin di dengar orang lain, dalam era sekarang ya medsos itu,
konten kita (moderat) harus lebih banyak tersebar dari yang selainnya.
Selanjutnya beliau bercerita tentan keadaan orang yang teraniaya
bahwa “Ketika orang-orang yang benar tidak mampu berbicara (melawan), maka
sebenarnya Allah sendiri yang akan turun tangan”.
Tukang sihir saat ini semakin meluas maknanya, bukan hanya pengertian
tukang sihir pada masa lampau tetapi saat ini bisa di artikan tukang editing
video, tukang manipulasi data dan lain sebagainya.
Dan kita doakan semoga beliau selalu diberikan kesehatan sehingga
bisa membimbing kita selalu... Alfaatihah...
AM
AM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar