Senin, 27 Agustus 2018

Resume Tafsir


Resume Kajian Tafsir di Masjid Bayt al-Qur’an
Suratul Fatihah – ayat 5
Hadist tentang pembagian shalat :
904 - وَحَدَّثَنَاهُ إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِىُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ - ثَلاَثًا - غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى - وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى - فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ ». قَالَ سُفْيَانُ حَدَّثَنِى بِهِ الْعَلاَءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ دَخَلْتُ عَلَيْهِ وَهُوَ مَرِيضٌ فِى بَيْتِهِ فَسَأَلْتُهُ أَنَا عَنْهُ.
Ada pula riwayat lain yang menyebutkan basmalah dalam riwata itu. Diriwayatkan dari Sayyidinâ ‘Ali Ibn Abî Thâlib berkata: Sesungguhnya aku telah mendengar Rasululullah saw. bersabda bahwa Allah swt. berfirman: “Aku membagi surah al-Fâtihah menjadi dua bagian, setengahnya untuk-Ku dan setengahnya buat hamba-Ku, apa yang dimintanya akan Ku-perkenankan. Apabila ia membaca (i i) Bismillâh ar-Rahmân ar-Rahîm, Allah berfirman: “Hamba-Ku memulai pekerjaannya dengan menyebut nama-Ku maka menjadi kewajiban-Ku untuk menyempurnakan seluruh pekerjaannya serta memberkati seluruh keadaannya.” Apabila ia membaca (i i) al-hamdu lillâhi Rabb al-‘âlamîn, Allah menyambutnya dengan berfirman: “Hamba-Ku mengetahui bahwa seluruh nikmat yang dirasakannya bersumber dari-Ku, dan bahwa ia telah terhindar dari malapetaka karena kekuasaan Ku, Aku mempersaksikan kamu (hai para malaikat) bahwa Aku akan menganugerahkan kepadanya nikmat-nikmat di akhirat, di samping nikmat-nikmat duniawi dan akan Ku-hindarkan pula ia dari malapetaka ukhrawi dan duniawi.” Apabila ia membaca (i i) ar-rahmân ar-rahîm, Allah menyambutnya dengan berfirman: “Aku diakui oleh hamba-Ku sebagai Pemberi rahmat dan sumber segala rahmat. Ku-persaksikan kamu (hai para malaikat) bahwa akan Kucurahkan rahmat-Ku kepadanya sampai sempurna dan akan Ku-perbanyak pula anugerah-Ku untuknya.” Apabila ia membaca (i i) mâliki yaum ad-dîn, Allah menyambutnya dengan berfirman: “Ku-persaksikan kamu (wahai para malaikat—sebagaimana diakui oleh hamba-Ku) bahwa Akulah Raja, Pemilik hari Kemudian, maka pasti akan Ku-permudah baginya perhitungan pada hari itu, akan Ku-terima kebajikan-kebajikannya dan Kuampuni dosa-dosanya.” Apabila ia membaca (i i) iyyâka na‘budu, Allah menyambut dengan berfirman: “Benar apa yang diucapkan hamba-Ku, hanya Aku yang disembahnya. Ku-persaksikan kamu semua, akan Ku-beri ganjaran atas pengabdiannya, ganjaran yang menjadikan semua yang berbeda ibadah dengannya akan merasa iri dengan ganjaran itu.” Apabila ia membaca (i i) wa iyyâka nasta‘în, Allah berfirman: “Kepada-Ku hamba-Ku meminta pertolongan dan perlindungan. Ku-persaksikan kamu, pasti akan Ku-bantu ia dalam segala urusannya, akan Ku-tolong ia dalam segala kesulitannya, saat akan Ku-bimbing ia dalam saat-saat krisisnya.” Apabila ia membaca (i i) ihdinâ ash-shirâth al-mustaqîm hingga akhir ayat, Allah menyambutnya dengan berfirman: “Inilah permintaan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya. Telah Ku-perkenankan bagi hamba-Ku permintaannya, Ku-beri harapannya, dan Ku-tenteramkan jiwanya dari segala yang mengkhawatirkannya.”[1]

إياك نعبد  al-Ayah. Maksud ayat tersebut adalah pengkhususan dalam beribadah baik ibadah yang berhubungan dengan tauhid (seperti shalat) maupun ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia. Dan juga meminta pertolongan hanya kepada Allah dalam beribadah dan dalam segala hal yang baik. “Iyyaaka Nasta’in” menunjukkan arti bahwa dalam keadaan apapun kita harus meminta pertolongan hanya kepada Allah, tak terkecuali dalam hal ibadahpun kita harus meminta pertolongan kepada Allah. Maka ada riwayat do’a Nabi “اللهم أعنّي على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
(3)- وعن معاذ - رضي الله عنه - : أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أخذ بيده ، وقال : (( يا معاذ ، والله ، إني لأحبك ، ثم أوصيك يا معاذ لا تدعُنِ في دبر كل صلاة تقول : اللهم أعني على ذكرك ، وشكرك ، وحسن عبادتك )) حديث صحيح ، رواه أبو داود والنسائي بإسناد صحيح .
Biasanya dalam susunan jumlah fi’liyyah terdiri dari fi’il, fa’il dan maf’ul (أفمن شرح الله صدره) namun dalam ayat ini di dahulukan maf’ulnya dulu baru fi’il fa’il (إيّاك نعبد) ini mempunyai arti “Littakhsis” (pengkhususan) hanyalah kepada-MU ya Allah kami beribadah bukan kepada yang lain.
اهدنا الصراط المستقيم  tunjukkanlah kami kejalan yang lurus. Dalam kata “Na’budu” dan juga “ihdina” menggunakan dhomir (نحن)  kita bukan (أنا) saya, ada yang berpendapat itu menunjukkan arti kerendahan kita kepada Rabb kita, maka kita menggunakan kata “kita/نحن”. Ada juga yang berpendapat bahwa kata kita dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa secara esensial kita adalah gabungan dari segala tubuh dan organ kita, yaitu hati, akal, nafsu, dll. Dalam kandungan dhomir jama’ juga itu adalah kita melibatkan Allah, bahwa dengan hidayat dan taufiq Allahlah kita mampu beribadah.
Dalam istilah hidayah paling tidak ada dua istilah besar yaitu : Hidayatut Taufiq dan Hidayatul irsyad. Hidayat Taufiq posisinya diatas hidayah irsyad.
Irsyad : أَرشد الخلق إلى مصالحهم  :
Taufiq :
Dan juga ada hidayah : istito’ah dan masyi’ah.

masih dalam tahap penyempurnaan....

[1] Tafsir al-Misbah, Vol 1, 93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar