Jumat, 10 Agustus 2018

Resume Kajian Tafsir


Resume Kajian “Tafsir Sya’rawi” Oleh KH. Dr. Ahmad Husnul Hakim, MA
Sabtu, 11-08-2018

Part @1


Syaikh Sya’rawi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah menshifati Al-Qur’an dengan Al-Kitab itu tercermin pada ayat ke-dua surah Al-Baqarah. Kata Al-Qur’an berarti yang dibaca, sedangkan Al-Kitab tidak hanya dibaca dan dihafal melainkan juga tertulis. Al-Kitab secara bahasa Al-Dhommu wal Al-Jam’u yang berarti menghimpun dan mengumpulkan.

Mengapa menggunakan kata al pada al-Kitab, bukan hanya sebagai pembeda dari kitab-kitab yang lain tetapi juga pembeda dari kitab samawi yang lain. Memang pernah ada kitab samawi sebelum Al-Qur’an tetapi kitab itu sifatnya terbatas baik dari segi waktu maupun segi peruntukkan. Kitab Nabi Nuh misalnya, itu diperntukkan hanya untuk Qaummu Nuh dan juga Ibrahim, Luth, Syu’aib, Shalih. Semua kitab sebelum Al-Qur’an itu terbatas waktunya.

Didalam Kitab-kitab samawi terdahulu, terdapat Busyro (Kabar Gembira), bahwa akan diutus seorang Rasul yang membawa Risalah dari langit dan tentunya orang-orang pengikut kitab terdahulu akan mengikuti karena dia yang menerima kabar tersebut. Sedang kenyataannya ada sebagian yang tidak mengikuti. Dalam pengutusan ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf 157:

ﭧ ﭨﭴﭵﭶﭷﭸﭹﭺﭻﭼﭽﭾﭿ الأعراف: ١٥٧


Yaitu Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi Yang Ummi. Mereka dapat dalam kitab Taurat dan Injil.

Al-Qur’an adalah Al-Kitab, Yang tidak pernah mengalami perubahan maupun pergantian dan juga tidak akan mengalami pengurangan maupun penambahan. Kitab-kitab samawi terdahulu penjagaannya dipercayakan kepada manusia, maka bisa jadi dilupakan sebagian, dan yang tidak dilupakan ada yang diganti, sedangkan mereka menisbahkan itu semua atas nama Allah, padahal itu kebohongan mereka.

Akan tetapi Al-Qur’an dijaga sendiri Oleh Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Luhur yaitu Allah SWT. Sebagaimana dalam Firmannya QS. Al-Hijr 09 :

ﭧ ﭨ ﭽ ﮗﮘﮙﮚﮛﮜﮝﮞ الحجر: ٩

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Az-Zikr (Al-Qur’an) dan kami pulalah yang menjaganya.

Memang dalam hal Rububiyyah atau pemeliharaan, Allah menggunakan kata (Innaa) yaitu untuk mengagungkan sifat-sifat Allah dan memberikan perhargaan orang-orang yang terlibat didalamnya. Misalnya dalam penjagaan Al-Qur’an Allah menggunakan kata Innaa yaitu untuk memberikan penghargaan kepada siapapun yang terlibat dalam penjagaannya, bisa para malaikat, Hafidz, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam hal Uluhiyyah (Tauhid), Allah hanya menggunakan kata (Ana).  
Kemukjiazatan Al-Qur’an bisa dilihat dari sisi Ushlub atau gaya bahasanya, kandungan kisah-kisah tedahulu, pembenaran kitab taurat dan injil dan rahasia ilmu pengetahuan yang belum diketahui manusia mungkin hingga saat ini. Semua itu merupakan bukti tiada keraguan didalam Al-Qur’an (Laa Raiba Fiih).

Mungkin ada sebagian kita yang mempertanyakan mengapa gaya bahasa menjadi satu mukjizat? Itu karena dalam masa Al-Qur’an diturunkan Latar belakang teritorialnya diturunkan kepada ummat yang mengagungkan sastra arab, maka itu menjadi satu kemukjizatan tersendiri. Sebagaimana Musa yang diberi kemukjizatan Tongkat Ajaibnya karena Kaumnya mendewa-dewakan Sihir.

Kurang lebihnya Mohon maaf.....
Cak Mun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar