Sabtu, 18 Juli 2020

Gus Baha dan Kebijaksanaan Ilmunya



Seusai istirahat sesaat dikamar, beliau memanggil kami (beberapa pendamping Pesantren Bayt Al-Qur’an) untuk menemani beliau berbincang pagi (dan setiap perkataan beliau adalah ilmu), beliau meminta saya (Munthaha) untuk mengambil kitab yang memang khusus beliau bawa untuk oleh-oleh Pesantren Bayt Al-Qur’an (BQ) dan juga untuk Habib Ali Ibrahim pengasuh pesantren tersebut di mobil, beliau berpesan agar kardus atas nama Habib Quraish jangan diambil. Itu nanti diturunkan ketika beliau sampai Ndalem Habib Quraish.

Setelah kitab yang semula berada didalam kardus hadiah beliau untuk BQ dibuka, beliau dawuh “tentang orang kafir yang akan masuk islam”. Mula-mula beliau menanyakan sesuatu yang hanya menjadi pancingan bagi kami untuk menjawabnnya,- orang kafir masuk islam masuknya harus baca apa? Syahadat, jawab kami bersamaan dengan beliau yang menjawab pertanyaannya sendiri. Lalu mandinya bagaimana? Kalau melihat dia pernah berhubungan badan dan lain sebagainya. (Maka seharusnya dia wajib mandi) tapi kalau diwajibkan “khawatir memberatkan dia” padahal Allah berfirman : Setiap orang kafir masuk islam maka semua kewajibannya zaman kafir gugur, dia tidak wajib meng-qada’ shalat, puasa dan lainnya. Tapi kalau kita tidak mewajibkan mandi, bukankah dia nanti mau shalat atau apa-apa yang salah satu syaratnya harus bersih dari (hadats besar dan kecil) dan juga najis.

Lalu beliau bercerita bahwa beberapa kali ada orang kafir asli yang masuk islam dihadapan beliau, beliau berkata “akhirnya kita ngakali (dia) mas Munthaha” (akhirnya kita harus –menyiasatinya- red) barakahnya ‘Alim kita bisa ngakali kata beliau, meskipun kita (atau paling tidak yang hadir saat itu) tentu akan sepakat bahwa ini adalah kearifan beliau mengawal kebenaran. Beliau berkata pada muallaf tersebut setelah menuntunnya untuk bersyahadat “pak, jenengan mempunyai komitmen nanti kalau mandi niatkan bahwa mandi tersebut untuk menghilangkan kotoran baik yang kita lihat maupun yang tidak”. Kalau dibahasakan “Hadast” nanti malah dia tanya hadast itu apa tidak selesai-selesai, mendingan saya merayu Tuhan, “Tolong ini dianggap cukup” timpal beliau diselingi gelak tawa beberapa hadirin.

Karena bahasa arab itu memang misteri, Kalau orang tidak terbiasa berbahasa arab meskipun dia cerdas, dia juga kesulitan, apalagi yang tidak cerdas. Coba kita lihat menteri-menteri itu bertemu kiyai atau orang ‘alim kan sering, tai sering juga kita dengarkan (warahmatallahi),- artinya begini “Bahasa arab itu mempunyai gengsi, kalau dia akrab ya akan bisa kalau tidak akrab ya tidak bisa”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar