Seusai
istirahat sesaat dikamar, beliau memanggil kami (beberapa pendamping
Pesantren Bayt Al-Qur’an) untuk menemani beliau berbincang pagi (dan setiap
perkataan beliau adalah ilmu), beliau meminta saya (Munthaha) untuk
mengambil kitab yang memang khusus beliau bawa untuk oleh-oleh Pesantren Bayt
Al-Qur’an (BQ) dan juga untuk Habib Ali Ibrahim pengasuh pesantren tersebut di
mobil, beliau berpesan agar kardus atas nama Habib Quraish jangan diambil. Itu nanti
diturunkan ketika beliau sampai Ndalem Habib Quraish.
Setelah
kitab yang semula berada didalam kardus hadiah beliau untuk BQ dibuka, beliau
dawuh “tentang orang kafir yang akan masuk islam”. Mula-mula beliau menanyakan
sesuatu yang hanya menjadi pancingan bagi kami untuk menjawabnnya,- orang kafir
masuk islam masuknya harus baca apa? Syahadat, jawab kami bersamaan dengan
beliau yang menjawab pertanyaannya sendiri. Lalu mandinya bagaimana? Kalau melihat
dia pernah berhubungan badan dan lain sebagainya. (Maka seharusnya dia wajib
mandi) tapi kalau diwajibkan “khawatir memberatkan dia” padahal Allah
berfirman : Setiap orang kafir masuk islam maka semua kewajibannya zaman kafir
gugur, dia tidak wajib meng-qada’ shalat, puasa dan lainnya. Tapi kalau kita
tidak mewajibkan mandi, bukankah dia nanti mau shalat atau apa-apa yang salah
satu syaratnya harus bersih dari (hadats besar dan kecil) dan juga najis.
Lalu
beliau bercerita bahwa beberapa kali ada orang kafir asli yang masuk islam
dihadapan beliau, beliau berkata “akhirnya kita ngakali (dia) mas Munthaha”
(akhirnya kita harus –menyiasatinya- red) barakahnya ‘Alim kita bisa ngakali
kata beliau, meskipun kita (atau paling tidak yang hadir saat itu) tentu
akan sepakat bahwa ini adalah kearifan beliau mengawal kebenaran. Beliau berkata
pada muallaf tersebut setelah menuntunnya untuk bersyahadat “pak, jenengan
mempunyai komitmen nanti kalau mandi niatkan bahwa mandi tersebut untuk
menghilangkan kotoran baik yang kita lihat maupun yang tidak”. Kalau dibahasakan
“Hadast” nanti malah dia tanya hadast itu apa tidak selesai-selesai, mendingan
saya merayu Tuhan, “Tolong ini dianggap cukup” timpal beliau diselingi
gelak tawa beberapa hadirin.
Karena
bahasa arab itu memang misteri, Kalau orang tidak terbiasa berbahasa arab meskipun
dia cerdas, dia juga kesulitan, apalagi yang tidak cerdas. Coba kita lihat
menteri-menteri itu bertemu kiyai atau orang ‘alim kan sering, tai sering juga
kita dengarkan (warahmatallahi),- artinya begini “Bahasa arab itu mempunyai
gengsi, kalau dia akrab ya akan bisa kalau tidak akrab ya tidak bisa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar