Kultum 17 Ramadhan 1441, “Nuzul al-Qur’an”
Dalam usia pernikahan Kanjeng Nabi Muhammad ke sepuluh, dia
mengalami peristiwa yang besar yaitu persekutuan kepala-kepala suku yang
berebut untuk memasang Hajar Aswad. Mereka bersepakat untuk menjadikan hakim mereka
siapapun orang yang pertama kali memasuki masjid, Kanjeng Nabilah orang-orang
yang mereka tunggu. Mereka menyerahkan masalah persekutuannya kepada Kanjeng
Nabi, dengan kebijaksanaannya Nabi menggelar sorban dan meletakkan batu
tersebut diatasnya dan mempersilahkan kepala suku tadi memegang ujungnya untuk
didekatkaan ke tempat dimana hajar aswad itu akan dipasang, karena peristiwa
tersebut Kanjeng Nabi mendapatkan julukan “al-Amin”.
Di usia-usia demikian beliau mengalami gundah atas apa yang terjadi
kepada kaumnya, baik dari segi paganis, perampasan hak perempuan dan lain
sebagainya. Karena kondisi tersebut beliau menyendiri atau yang sering kita
kenal dengan istilah tahannust, untuk memikirkan kaumnya dan mencari
jarak agar tidak terlalu sering mengalami langsung hiruk pikuk kehidupan
tersebut yang dikenal dengan masa jahiliyyah.
Pada kondisi usia yang matang, yaitu empat puluh tahun
beliau menerima wahyu yang pertama saat beliau bertahannust di Gua Hira.
Malaikat Jibril datang menemui beliau dan memerintahkan kepadanya “Bacalah!”
“aku tidak pandai membaca,” jawab Kanjeng Nabi. Lalu Jibril memeluknya
hingga Kanjeng Nabi mengalami kepayahan yang sangat, hal itu terulang sebanyak
tiga kali. Kali ke empat malaikat jibril membacakan Q.S al-‘Alaq 1-5, ayat ini
disepakati para ulama’ sebagai ayat yang pertama diterima oleh Kanjeng Nabi.
Seusai peristiwa tersebut beliau pulang menemui istrinya lalu
berkata “selimuti aku,”. Setelah kepayahan itu berakhir, Kanjeng Nabi
bercerita kepada istrinya dan istrinya menguatkannya bahwa “Tidak, Demi
Allah. Dia tidak akan pernah merendahkanmu, engkaulah orang yang akan
menyatukan dan mempersaudarakan manusia, memikul beban penderitaan orang lain,
bekerja untuk orang yang papa, menjamu tamu dan menolong orang-orang yang
menderita demi kebenaran”.
Khadijah mengajaknya sowan ke rumah pamannya yaitu Waraqah bin
Naufal, Waraqah adalah pengikut sekaligus seorang pendeta nasrani sekaligus
penafsir bibel; taurat dan injil. Setelah mendengarkan cerita dari Kanjeng Nabi
Muhammad dengan seksama, beliau mengatakan bahwa “Itulah Namua yang pernah
datang kepada Nabi Musa as. Engkau pasti akan menjadi seorang utusan Tuhan. Kau
akan di sakiti,di usir, di dustakan dan dibunuh. Andai kata aku masih hidup
saat kaummu mengusirmu, aku akan membelamu”. “aku akan di bunuh?”
kata Kanjeng Nabi. “Iya, tidak ada yang sanggup menjalani itu kecuali yang
telah dipilih oleh Tuhan”.
Terkait tanggal terjadinya peristiwa tersebut yang selanjutnya kita
sebut “Nuzul al-Qur’an” ulama’ berbeda pendapat, syaikh safiyyurrahman
al-Mubarakfuri mengetakan hal tersebut terjadi pada tanggal 21 ramadhan, yang
lain mengatakan tanggal 25, 27 dan 17 ramadhan, sedangkan tanggal 17 di dukung
dengan Q.S al-Anfal :
إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا
أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ
Artinya : Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang
kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari furqan yaitu hari bertemunya
dua pasukan.
Dan tanggal ini yang merupakan kesepakatan mayoritas, termasuk
ulama-ulama indonesia.
Dalam perjalanan waktu ada yang bertanya seperti pertanyaan kaum
kafir quraisy di awal penurunan al-Qur’an, mengapa al-Qur’an harus diturunkan
secara bertahap? Sikap mempertanyakan hal demikian (dahulu) merupakan sikap
mengukur sumber turunnya teks. Karena mereka menyaksikan atau paling tidak
mengetahui bahwa Nabi Musa menerima suhuf atau papan berisi kitab suci yang
utuh.
Diantara alasan diturunkannya al-Qur’an secara bertaap yaitu :
Sebagaimana di
jelaskan dalam Q.S al-Furqan 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ
الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ
وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا
Artinya : Berkatalah
orang-orang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali
turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Tentunya
pemantapan hati yang disinggung diatas mengindikasi bahwa kondisi penerima
pertama yaitu Rasulullah ikut dipertimbangkan sebab proses komunikasi baginya
amat sulit, karena kita tahu Kanjeng Nabi juga manusia biasa dan berbeda dengan
malaikat, keduanya mempunyai dimensi yang berbeda.
Dan juga jika
al-Qur’sn turun dalam setiap peristiwa maka hal tersebut akan lebih memantapkan
hati dan lebih memberikan perhatian terhadap Raul. Dan hal ini mengharuskan
malaikat sering turun kepadanya dan memperbaharui pertemuan dengannya dengan
membawa risalah suci dari yang mahakuasa, kondisi demikian akan memberikan
kegembiraan kepada Rasul yang tidak dapat di lukiskan.
Mengindikasikan adanya dialektika antara Teks dan Realitas
Selanjutnya
yang perlu kita ketahui tentang hikmah dari penurunan al-Qur’an secara bertahap
selanjutnya adalah supaya kita mengetahui adanya dialektika antara teks (dalam
hal ini al-Qur’an) dan realitas pada waktu al-Qur’an di turunkan. Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat. Diantara
contohnya adalah kita mengetahui banyak ayat yang merespon peristiwa dalam
masyarakat waktu itu dan juga menjawab pertanyaan yang di tanyakan kepada Nabi
Muhammad. Hal ini yang belakangan kita dengan kenal dengan istilah “Asbabun
Nuzul”.
Hal ini juga bisa menolong kita dalam mengkontekstualisasikan ayat al-Qur'an karena mengetahui apa yang melatarbelakagi turunnya ayat.
Contohnya Q.S
al-Baqarah 189, salah satu kebiasaan bangsa arab waktu itu tidak mau memasuki
rumah dari pintu depan setelah menunaikan ibadah haji atau pulang dari
perjalanan jauh, mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang tabu, maka
datanglah ayat tersebut sebagai pembatalan dari anggapan masyarakat waktu itu.
Atau bisa juga
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh orang baik muslim maupun non
muslim. Misalnya terkait cerita tentang orang quraisy yang menanyai Nabi
Muhammad terkait roh, maka al-Qur’an menjawabnya dengan Q.S al-Isra’ 85.
- Karena
masih adanya Naskh dan Mansukh
Kita mengetahui konsep dari Naskh
dan Mansukh menuntut adanya ayat yang turun terlebih dahulu dan ayat yang datang
belakangan sebagai ayat yang me-Naskh, hak ini tentu tidak bisa terlaksana jika
al-Qur’an turun sekaligus dalam satu waktu.
Tentu masih banyak hikmah-hikmah lainnya yang perlu kita pelajari
terkait penurunan al-Qur’an yang bertahap, untuk mempertebal iman kita dan
memahami pola al-Qur’an sejak turunnya sehingga memudahkan kita dalam
interpretasi tafsir kelak.
Kami memohon maaf jika terdapat kesalahan,
AM