Resume Kajian Tafsir Asy-Sya’rawi oleh:
KH. Dr. Ahmad Husnul Hakim, IMZI, MA.
Maaf Foto Hanya sebagai Pemanis, itu Teman-teman JHQ PTIQ - IIQ angkatan 2016 |
Ada yang
istimewa di hari sabtu bagi mahasiswa di area pondok cabe, ciputat dan
sekitarnya. Pasalnya ada banyak jadwal kajian yang bisa diikuti, lebih
istimewanya lagi, berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) bukan dari
teman-teman yang hanya mengaku ahlus sunnah. Bukan wilayahku untuk kritik
mengkritik...hehe
Diantara
jadwal Kajian itu adalah Jum’at Malam sabtu ada kajian Kitab Tafsir Sya’rawi
yang diampu oleh Kiyai pesantren eLSiQ (Lingkar Study Ilmu Qur’an)
bertempat di Perum Wisma Mas Pondok Cabe. Dilanjutkan dengan pagi harinya
dengan kajian Dhuha kitab yang sama dan juga pengampu yang sama yaitu Abah
Husnul Bertempat di Masjid Bayt al-Qur’an Perum. Southcity, Jl. Southcity
Selatan. Dilanjutkan dengan kajian bernuansa Islam Nusantara di INC (Islamic
Nusantara Center) dengan dua sesi, yaitu sesi sebelum dzuhur dan seusai
Dzuhur beralamatkan di Wisma UIN Syarif Hidayatullah. Dilanjut dengan kajian
Fikih di masjid Bayt Qur’an setelah magrib lalu kajian Risalah Ahlus Sunnah
setelah Isya’, pokoknya kalau kita ikutin semua akan menjadi manusia sok sibuk
di hari libur deh...hehehe
Yang ingin kami
resumkan hanya kajian Dhuhanya saja, hehe
Di
sabtu ini kami masih berkutat dengan Tafsiran Syaikh Sya’rawi di ayat yang
ke-empat surat al-fatihah. “Maaliki Yaumiddiin”. Diminggu yang lalu kita
di suguhkan dengan pertanyaan seseorang kepada Syaikh dengan pertanyaan: “aku
ingin tahu, apakah aku ini termasuk orang ahli dunia atau ahli akhirat?” lalu
Syaikh tersebut menjawab, “Timbangannya adalah ada pada dirimu sendiri” lalu
pemuda itu bertanya kembali. “bagaimana caranya?” lalu di jawab oleh Syaikh
“Jika datang kepadamu orang yang meminta Shadaqoh kamu lebih suka
dibandingkan dengan orang yang datang kepadamu membawa harta.” Maka kau
termasuk orang ahli akhirat. Ini bisa kita logika karena harta yang sesunguhnya
milik kita adalah harta yang kita infakkan. Yang akan tetap kita nikmati hingga
di akhirat kelak.
Di
pagi ini, abah menjelaskan bahwa cara melihat ada dua: yaitu melihat dengan
mata dan melihat dengan hati. Pandangan mata untuk melihat materi, sedang
pandangan hati adalah untuk melihat dalam pandangan koridor iman. Pandangan
mata tidak perlu di percayai karena memang sudah jelas. Tetapi pandangan hati
harus di imani karena ada hal-hal ghaib yang bisa kita saksikan.
Seseorang yang mempunyai pandangan hati, jika mebaca ayat-ayat
tentang kebahagiaan dan surga maka dia akan bergembira karena melihat
kebahagiaan orang yang menghuninya. Begitu pula ketika membaca ayat adzab, maka
akan bergetar hatinya karena ketakutannya. Sebagaimana QS. Az-Zumar 23.
تقشعرّ منه جلود
الذين يخشون ربّهم
gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya.
Disini juga dicantumkan Riwayat yag menceritakan tentang Jibril
yang mengajarkan kepada para sahabat: Rasul bersabda “Hendaklah kalian
menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, jika kalihat tidak melihatnya maka
Allah pasti melihatmu”. Ini adalah sebagai acuan pandangan seorang mukmin
dalam melihat segala hal.
Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. Bertemu salah seorang sahabat
yang bernama Harist. Beliau bertanya: “bagaimana kabarmu hari ini?”.
Harist menjawab; “Baik dan saya tetap beriman”. Rasul berkata: “apa
indikasi imanmu?” Harist menjawab; “saya menghindardari dunia,
bermunajat di malam hari, berpuasa di siangnya. Seolah-olah sedang melihat Arsy
Allah, dan seolah melihat ahli surga dengan keindahan bercengkrama para
penghuninnya. Dan melihat ahli neraka sedang menjerit”. Rasul berkata: “wahai
Harist, kamu telah mengetahui maka Konsistenlah”.
Di tengah-tengah penjelasan beliau menjelaskan bahwa seorang Ahli
Qur’an (Orang yang hafal Al-Qur’an) harus selalu setia dengan istri pertamanya
itu, karena dia adalah pencemburu. Al-Qur’an itu sendiri maksudnya. Kita harus
selalu “Muroqobah, Mujahadah dan Mu’aqobah” kita harus selalu bertekad
kuat, menjalankan tekad itu dan menghukum diri sendiri jika terlewat.
Kita juga dapat melihat firman Allah QS. Al-Fil ayat pertama “ألم تر” apakah kamu tidak melihat? Ayat ini biasa
dibuat menyerang al-Qur’an oleh para orientalis. Bagaimana mungkin Nabi
melihat? Sedang nabi dilahirkan ditahun itu juga. Jika ayat tersebut “ألم تعلم” apakah kamu tahu? maka ini mungkin saja.
karena tahu, bisa jadi diberi tahu oleh orang lain atau belajar dari orang yang
lain. Begitu penuturan Orientalis. Ini tidak dapat diterima karena melihat
disini adalah melihat dengan pandangan iman. Bukan wilayah melihat materi. Begitu
juga orang mukmin yang membaca ayat ini hendaknya melihat dengan pandangan
iman, karena pandangan mata mungkin saja menipu tetapi pandangan hati sangatlah
otentik dan jujur.
Wallahu A’lam.....
Sekian dulu teman-teman, sudah malam.hehe -) kalau ada kritik atau
saran boleh langsung komen dibawah atau privat chat juga gak apa. Terima kasih
deh....
Semoga bermanfaat.........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar