Aku, Ahmad anak
pertama dari tiga bersaudara sekarang. Konskuensi anak pertama biasanya lahir
dalam kondisi keluarga yang belum mapan, baik secara finansial maupun yang
selainnya. Sebelum kesana, aku dilahirkan dari keluarga sederhana tidak terlalu
miskin meski tidak juga kaya. Menurut cerita yang aku dapat, aku dilahirkan
dirumah mbah (kakek/nenek) dari jalur ibu. bukan di Rumah sakit (maklum
dulu belum ada kewajiban melahirkan di RS) bukan pula dirumah sendiri. Kelahiran
dirumah mbah untuk anak pertama di daerah Gembong Pati sangatlah wajar, bisa
jadi karena rumah bapak ibuku belum layak atau bisa jadi karena kelahiran anak
pertama bapak/ibu belum berpengalaman sehingga cari cara aman saja yaitu
dirumah Mbah. Itu spekulasi aku kok, tapi kayaknya ada benarnya juga sih..hehe
Aku mendapatkan
nama bagus “Ahmad Munthaha (أحمد منتهى)”
lagi-lagi menurut cerita yang aku dapat. Hehe. Nama itu dari adiknya kakek,
yang berarti kakek saya juga meski tidak secara langsung. Ada cerita menarik yang
meliputi Ahmad kecil, Ahmad dilahirkan kira-kira di akhir bulan Sya’ban antara
tanggal 25/26. Dia dilhirkan bersama pamannya, adik dari ibu.
Di masa-masa
bayi, Ahmad setiap malam menangis terus hingga mencapai hitungan empat puluhan
hari, hehe. Katanya ibu, nemenin tahajjud. Wkwk... karena saking jengkelnya
mbah bercanda agar Ahmad kecil tinggal aja, “nanti juga kalau capek diam
sendiri”. Dengan keadaan mele’an terus setiap malam itu membuat bapak ibu
tidak tidur karena menemani Ahmad kecil bergadang. Hingga ada cerita saking
capeknya bapak ibu hingga luput menjaga Ahmad kecil dan saat bangun ibu kaget
karena Ahmad sudah tidak ada ditengah mereka tidur, setelah beberapa lama
dicari ternyata di culik Mbahnya karena nangis dan bapak ibunya ketiduran. Hehehe
lucu ya?
Sering juga
bapak ibu kesiangan untuk sahur karena selalu menemani Ahmad kecil Nangis
hingga hampir menjelang sahur, dalam posisi capek setelah menemani Ahmad,
mereka tertidur dan sering kali kelupaan untuk sahur. Hehe kasian juga bapak
ya,- puncaknya, karena sudah sangat lama nangis tiap malam, akhirnya Ahmad
harus dibawa untuk mengahadap orang pintar “Wong Pinter”. Dari kunjungan
tersebut bapak disarankan untuk mengganti namanya dari Ahmad Munthaha ke Nur
Rahmat, disitulah saya melihat teguh pendiriannya bapak (tentu memperhatikannya
setelah aku dewasa dong, masak ketika kanak-kanak). Bapak tetap mempertahankan
nama Ahmad Munthaha dan tidak pernah menggantinya hingga saat ini. Thank’s for
my dad n’ my mom.... love you....... to be continue Insya Allahh....
Al-Faatihah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar