Kamis, 18 Juli 2019

Makna Pernikahan Dalam Al-Qur’an




Secara bahasa Nikah berasal dari kata na-ka-ha yang berarti indamma (bergabung) jama’a, wata’un ( Hubungan Kelamin) dan aqdun (perjanjian).[1]

Menurut Quraish Shihab, Al-Qur’an menggunakan kata النكاح untuk makna “nikah” dan “perkawinan”. Di samping secara majazi diartikannya dengan "hubungan seks". Kata ini dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23 kali. Secara bahasa pada mulanya kata nikah digunakan dalam arti "berhimpun". Al-Qur’an juga menggunakan kata zawwaja dan kata zauwj yang berarti "pasangan" untuk makna di atas. Ini karena pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan. Kata tersebut dalam berbagai bentuk dan maknanya terulang tidak kurang dari 80 kali.[2]

Dalam Al-Quran ada dua kata kunci yang menunjukkan konsep pernikahan, yaitu zawwaja dan kata derivasinya berjumlah lebih kurang dalam 20 ayat dan kata nakaha derivasinya sebanyak lebih kurang dalam 17 ayat.[3] .Yang dimaksud dengan nikah dalam konteks pembahasan ini adalah ikatan (aqad) perkawinan. Perlu pula dikemukakan bahwa Ibnu Jini pernah bertanya kepada Ali mengenai arti ucapan mereka nakaha al-mar’ah,  Dia menjawab : “orang-orang Arab menggunakan kata nakaha dalam konteks yang berbeda, sehingga maknanya dapat dipisahkan secara halus, agar tidak menyebabkan kesimpangsiuran. Kalau mereka mengatakan nakaha fulan fulanah, yang dimaksud adalah ia menjalin ikatan perkawinan dengan seorang wanita. Akan tetapi apabila mereka mengatakan nakaha imraatahu, yang mereka maksudkan tidak lain adalah persetubuhan.[4] Lebih jauh lagi al-Karkhi berkata bahwa yang dimaksud dengan nikah adalah ikatan perkawinan, bukan persetubuhan. Dengan demikian bahwa sama sekali tidak pernah disebutkan dalam Al-Quran kata nikah dengan arti wati’, karena Al-Quran menggunakan kinayah. Penggunaan kinayah tersebut termasuk gaya bahasa yang halus.[5]

Sedangkan menurut KBBI nikah berarti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Dalam KBBI Harmonis bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni; seia sekata dan keharmonisan berarti keserasian dan keselarasan.
Tujuan Utaman Pernikahan adalah kumpulnya. itulah sebabnya perintah nikah menggunakan kata Na-Ka-Ha. Maka menjalani hubungan setelah pernikahan dengan jarak jauh sangat rentan merenggangkan hubungan. Selain hanya karena permasalahan hubungan badan, lebih dari itu kecenderungan manusia dewasa adalah hidup berdampingan dengan lawan jenisnya, dalam hal ini istri.

Disisi lain banyak yang menggemborkan bahkan memperbolehkan pernikahan sejenis, Pernikahan sejenis ini tentunya dipatahkan oleh Al-Qur’an kata : Za-Wa-Ja. Za-Wa-Ja artinya berpasangan dan sejenis tentu bukan berpasangan. Pernikahan sejenis selain ke Mudharatannya untuk dirinya sendiri, itu juga akan berdampak terhadap lingkungannya. Rujuklah ke kisah kaum Nabi Luth.

Secara umum Al-Qur’an hanya menggunakan dua kata ini untuk menggambarkan terjalinnya hubungan suami istri secara sah. Memang ada juga kata wahabat (yang berarti "memberi") digunakan oleh Al-Qur’an untuk melukiskan kedatangan seorang wanita kepada Nabi saw. dan menyerahkan dirinya untuk dijadikan istri. Tetapi agaknya kata ini hanya berlaku bagi Nabi saw. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al-Ahzab/33: 50.

            Artinya: “Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu[6]

“Hanya Khusus bagimu, bukan untuk semua orang mukmin”. Merupakan penegasan bahwa hal tersebut khusus untuk nabi Muhammad Saw. Bahkan, melakukan akad nikah dengan menggunakan kata “Hibah” pun tidak didenarkan oleh ulama’-ulama’ kecuali ulama bermadzhab Abu Hanifah, tetapi apabila perempuan menawarkan diri agar dinikahi, bukanlah hal yang terlarang asalkan Syarat dan Rukun terpenuhi.[7]


[1] Al-Ahsfahani, Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, (ttp) Juz II, Hal. 653
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’anTafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet. XII; Bandung: Mizan, 2001), h. 191
[3] Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahras  1987, hal 332 dan 718
[4]  al-Fakhr al- Razi.Tanpa Tahun. Al-Tafsir al-Kabir. Teheran :Dar al-Kutub alIlmiyat.
[5] Muhammad Ali as-.Sabuni. Rawai’ al Bayan :Tafsir Ayat al-Ahkam min Alquran. Kuwait : Dar Alquran al-Karim. 1972 Hal 258
[6] Al-Qur’an dan Terjemah, Mushaf Fami Bisyauqin. Forum Pelayanan Ummat, Cet ke 5, Hal. 424
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati 2009) Volume. 10 Hal. 515

Tidak ada komentar:

Posting Komentar