Wanita Yang Menggetarkan Malaikat
Bergetar Gus
Hasan melihat gadis tesebut entah ada apa dengannya. Tetapi keyakinannya
mengatakan gadis tersebut adalah gadis yang shalihah, tidak biasa memang Gus
Hasan bergetar seperti itu, karena biasanya ketika melihat perempuan hanya
sekedarnya saja, tetapi kali ini beda “kata Hatinya”. Gus hasan adalah
putra seorang kiyai besar di jawa timur yang mempunyai pesantren dengan beribu
santri dan juga mempunyai (YASIN) Jam’iyYAh SIma’an Nusantara.
Namanya Ahmad
Hasan Muntaha yang akrab dengan panggilan “Gus Hasan”, putra dari KH.
Ahmad Muntaha pemilik pesantren Al-Fauz di Kediri. Dalam pertemuannya yang
ke-tiga dengan gadis yang belum diketahui namanya itu membuat Gus Hasan semakin
yakin untuk mempersuntingnya, karena kekuatan firasat hatinya tersebut Beliau
meminta tolong kepada salah seorang santrinya untuk mencaritahu dan mengorek
informasi tentang gadis tersebut. Setelah berlalu dua bulan diketahui bahwa dia
bukan keturunan seorang Kiyai atau mempunyai nasab istimewa apapun, hanya saja
dia masih nyantri disalah satu pesantren dikediri juga, dia bernama “Nurul
Arifah Hilda”.
Bagaimanapun keadaannya,
tetapi Gus hasan telah mantap dan yakin bahwa dia adalah wanita yang shalihah. Gus
Hasan penasaran apa yang membuat gadis tersebut istimewa, apa amalannya dan
lain sebagainya. Singkat cerita Gus Hasan Sowan ke Ndalem Kiyai dimana Ning
Hilda nyantri disana untuk meminta Ning Hilda dari Kiyai tersebut.
Atas restu dari
Kiyai, Gus Hasan Sowan ke orang tua kandungnya meminta izin untuk mempersunting
gadis pujaan hatinya tersebut. Setelah berumah tangga beberapa lama, Gus Hasan
mulai menelisik apa yang membuat istrinya istimewa sejak awal pertama berjumpa.
Dari berbagai
percakapan harian keluarga Gus Hasan dengan Istri tercintanya, Gus Hasan Tahu
betapa pedih perjuangan istrinya dulu. Istrinya tidak dibiyayai untuk mesantren
tetapi dia nekat dengan modal restu saja dari orang tuanya. Istrinya nekat
pergi mengabdi kepada Kiyai untuk menuntut ilmu dan Ngalab Berkah dari Kiyai. Selama
menjadi santri dan abdi Ndalem dia selalu berpuasa, setiap pagi pergi kesawah Kiyai
dan pulang disiang hari untuk mengaji. Enam Tahun penuh dia berpuasa dan tidak
pernah absen bangun malam.
Dia menghafal
berbagai pelajaran ditengah derai tangisnya saat santriwati lain terlelap, dia
sudah terlebih dahulu mengadu kepada Rabb-nya saat yang lain belum bangun, dia
berhasil menjemput Fadhal rabb-nya menghatamkan Al-Qur’an di tahun ke-tiga
Nyantri. Dengan hujan air mata dia mensyukuri itu semua. cukup makan satu kali
diwaktu berbuka dan sebagai makanan sahurya. selama enam tahun lamanya dia
cukup sahur dengan air putih, sesekali memakan sisa makanan santri yang malam
hari dapat undangan hajatan. Dia melakukan itu semua atas nama Riyadhoh dan
Syukur atas karunia dari Tuhan-nya.
Pantas saja
engkau begitu mulia istriku “Ucap Gus Hasan”. Betapa besar pengorbanan
hidupmu, betapa berat Riyadhohmu dan itu sama sekali tidak mengganggu
belajarmu, mungkin engkau hanya tidur tiga sampai empat jam saja sehari untuk
menjalani hari-harimu yang berat.
Lalu bagaimanakah
kita para santri saat ini? Masihkah kita mementingkan riyadhoh dan melatih diri
kita? Atau mungkin justru terlena dengan kemajuan tekhmologi canggih yang kita
hadapi, kita justru banyak menghadap Gadget daripada menggenggam Mushaf
kita....
Cerita ini
diilhami dari kisah nyata, semoga kita dapat memetik hikmah dari peristiwa
diatas.. amin.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar